05 Maret 2009

APBA 2009 Disepakati

* Dana Kerja Gubernur Dikurangi
Serambi Indonesia

BANDA ACEH - Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2009 hasil perbaikan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) sebagaimana dikehendaki Mendagri, akhirnya secara resmi disepakati dalam satu pertemuan antara Pimpinan DPRA dan Panitia Anggaran (Panggar) Dewan dengan TAPA, di ruang rapat Pimpinan DPRA, Rabu (4/3).


“Kesepakatan bersama itu kita ambil, setelah TAPA menjelaskan secara rinci perbaikan APBA 2009 yang telah dilakukannya, dengan mengacu kepada SK Mendagri Nomor 903-143 Tahun 2009 tentang Evaluasi APBA 2009 tertanggal 19 Februari 2009,” kata Ketua DPRA, Sayed Fuad Zakaria kepada pers, usai rapat evaluasi hasil perbaikan APBA 2009 yang dilakukan TAPA.

Didampingi Ketua Tim Perumus Panggar Dewan Marthen Habib, dan Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh A Hamid Zein, Ketua DPRA menjelaskan bahwa rapat evaluasi perbaikan APBA 2009 dengan TAPA ini dilaksanakan, untuk mengklarifikasi tudingan sejumlah pihak, bahwa Pimpinan DPRA telah mengabaikan evaluasi APBA 2009 sebagaimana dikehendaki Mendagri.

Sayed Fuad menjelaskan, proses pembahasan dan pengesahan APBA 2009, telah dilakukan melalui mekanisme yang benar dan mengacu kepada aturan yang berlaku, baik UUPA maupun Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh. “APBA 2009 dengan pagu senilai Rp 9,7 triliun, telah disetujui Fraksi-fraksi Dewan pada 30 Januari 2009. Untuk memenuhi ketentuan UUPA dan Qanun No.1 tahun 2008, pagu APBA 2009 Rp 9,7 triliun yang telah disetujui itu dibawa ke Mendagri untuk dievaluasi,” katanya.

Dalam evaluasinya, Mendagri memberikan saran, dan larangan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran dialihkan kepada kegiatan yang lebih prioritas dan rasional. Semua ini disampaikan Mendgari melalui SK Nomor 903-143 Tahun 2009 tentang Evaluasi APBA 2009 tanggal 19 Februari 2009 lalu, baru diterima Pemerintah Aceh dan DPRA, 23 Februari 2009. “Untuk mempercepat perbaikan, TAPA langsung memperbaikinya sesuai dengan usul saran Mendagri dan pada 25 Februari 2009 disampaikan kepada Pimpinan Dewan,” kata Sayed Fuad.

Wajib perbaiki

Perbaikan APBA yang dilakukan TAPA itu, jelas Sayed, dalam rapat bersama telah dievaluasi kembali dan hasilnya sudah disepakati. Artinya, apa yang menjadi cacatan Panggar Dewan, dalam pertemuan bersama tersebut, TAPA wajib memperbaikinya kembali sebelum dokumen APBA 2009 tersebut disampaikan kepada Mendagri.

Contohnya pengalokasian dana kerja gubernur dan wakil gubernur Rp 70 miliar yang dinilai Mendagri perlu dirasionalkan, harus dikurangi pada angka yang wajar, patut dan pantas serta mengacu kepada aturan yang berlaku. “Selain itu, belanja perjalanan dinas yang terlalu besar mencapai Rp 211 miliar/tahun, yang perlu dirasionalkan juga sudah dilakukan,” katanya.

Kemudian, tambah Sayed Fuad, bantuan untuk pengadaan tanah bagi yayasan, organisasi, dan lainnya yang dinilai Mendagri tidak tepat sasaran, harus distop. “Begitu juga bantuan sosial Rp 298 miliar yang masuk dalam pagu bantuan sosial Rp 1 triliun, perlu dikoreksi secara cermat dan dirasionalkan,” ujarnya.

Rapat evaluasi perbaikan APBA 2009 yang dilakukan TAPA, dari pihak Dewan selain dihadiri Ketua DPRA Sayed Fuad Zakaria dan Wakil Ketua Bidang Anggaran Tgk H Waisul Qarany Ali, juga dihadiri Ketua-Ketua Pokja Panggar Dewan antara lain Sulaiman Abda, Ketua Tim Perumus Panggar Dewan Marthen Habib, Wakil Ketua Murhaban Makam, dan Sekretaris Bustami Puteh.

Sedangkan dari unsur TAPA, yang hadir Sekda Aceh Husni Bahri TOB, Ketua Bappeda Prof Dr Munirwansyah MSc, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh TM Lizam bersama Sekretaris Bustami, Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh A Hamid Zein, serta pejabat terkait lainnya.(her)



Read More......

Aktivis Antikorupsi Diperiksa Kejagung

Aceh Independen | Banda Aceh

Tim Inspeksi Kasus Jaksa Agung Muda Pengawas Kejaksaan Agung memeriksa dua aktivis antikorupsi Aceh, Rabu (4/3). Pemeriksaan terkait evaluasi kinerja Kejaksaan Tinggi Aceh dalam menangani berbagai laporan indikasi korupsi.



Kedua aktivis tersebut, Pjs Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh Askhalani dan Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian. Kedua aktivis tersebut diperiksa pukul 09.00 hingga 13.00 WIB di ruang Asisten Pengawas Kejati NAD.

Pemanggilan keduanya berdasarkan permintaan Jaksa Utama Muda Inspektur Pidana Khusus/Perdata dan Tata Usaha Negara Iskamto. Surat tersebut ditandatangani Asisten Pengawas Kejati NAD Ohara Pudjo.

Pemeriksaan berlangsung tertutup. Askhalani diperiksa Jaksa Agung Muda dan juga Inspektur Pembantu Intelijen M Abduh Amasta. Sedang Alfian dimintai keterangan Fajar SH. Sementara itu, Rahman Triono SH, anggota tim inspeksi hanya mencatat pertanyaan diajukan kepada keduanya.

Askhalani mengatakan pemanggilan terhadap dirinya terkait laporan tertulis dari masyarakat tertanggal 14 November 2008. Surat itu meminta Jaksa Agung Hendarman Supandji memeriksa kinerja Kejati NAD.

“Dalam surat tertulis itu, masyarakat meminta Jaksa Agung memeriksa kinerja Kejati NAD dan asisten intelijen atas dugaan adanya indikasi deal dalam penyelidikan beberapa kasus,” kata Askhalani menjawab Independen usai diperiksa tim Kejagung.

Selain itu, pemeriksaan juga terkait soal kasus mark up harga tanah pembangunan terminal mobil barang di Aceh Besar dan kasus pengadaan tanah di Desa Blang Panyang, Kota Lhokseumawe dengan indikasi kerugian negara mencapai miliaran rupiah.

Kasus tersebut, kata Askhalani, sempat dihentikan penyelidikannya karena Kejati tidak menemukan indikasi korupsi dalam kasus pengadaan terminal tersebut. Namun, pengusutan kasus tersebut kabarnya akan dilanjuti oleh kejaksaan.

“Dalam perbincangan setelah diperiksa tim Kejagung, besar kemungkinan kasus tersebut akan diselidiki ulang. Itu disebut langsung Jaksa Muda Pengawas Kejagung Iskamto,” ungkap Askhalani yang turut didampingi Alfian.

GeRAK Aceh dan MaTA, tidak mengetahui jelas, kenapa Kejati Aceh yang menangani kasus pengadaan tanah terminal mobil barang di Aceh Besar dan Kejari Lhokseumawe yang menangani kasus pengadaan tanah di Desa Blang Panyang Lhokseumawe mengatakan tidak ada indikasi korupsi.

“Mereka hanya menyebutkan kejaksaan tidak menemukan indikasi korupsi dalam dua kasus itu. Padahal, jika dilihat dengan jujur, jelas dalam dua kegiatan tersebut, kuat dugaan terjadi tindak pidana korupsi dengan fakta-fakta yang ada,” tandas Askhalani.

Investigasi GeRak terhadap kasus terminal, lanjut dia, ditemukan bukti bahwa pembebasan tanah seluas dua hektare yang dilakukan Pemkab Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh, dengan sumber dana BRR Aceh-Nias, itu diduga kuat terjadi penyimpangan soal harga tanah.

Berdasarkan bukti pencairan dana dari KPKN Khusus Banda Aceh, harga tanah tersebut tanggal 6 Desember 2007 tertera dalam surat perintah membayar (SPM) Rp 14,499 miliar atau Rp700 ribu per meter persegi, sebelum dipotong pajak.

Sementara, tanah di lokasi pembangunan proyek lembaga pemasyarakatan dan Rutan Banda Aceh seluas 7,4 hektare hanya dibayarkan Rp142.500 per meter persegi dengan total Rp10,547 miliar. “Padahal, tanah kedua bangunan itu berdekatan, terpaut beberapa ratus meter,” urai Askhalani.

Sementara itu, Alfian mengatakan, Pemko Lhokseumawe membebaskan 50 hektare tanah di Desa Blang Panyang, Kecamatan Muara Satu dan Kecamatan Muara Dua untuk pembangunan kantor pemerintahan. Anggaran pembebasannya dipatok Rp30.000 per meter.

“Total anggaran pembebasan Rp15 miliar bersumber dari APBK. Di Desa Blang Panyang pembebasan tanah seluas 20 Ha mencapai Rp6 miliar, sisanya 30 Ha di Desa Kandang Kecamatan Muara Dua, namun belum dibebaskan,” ujar Alfian.

Berdasar hasil monitoring MaTA, kata Dia, tanah di Desa Blang Panyang hanya dihargai Rp10.000 per meter. Sedang pertanggungjawabannya ke kas negara Rp20.000 per meter. Jadi, totalnya hanya menghabiskan Rp2 miliar. Sementara, dipertanggungjawabkan Rp6 miliar.

Kepala Seksi Humas dan Penerangan Hukum Kejati NAD Ali Rasab Lubis enggan mengomentari banyak tentang pemeriksaan tersebut. Begitu juga ketika ditanyai soal penghentian dua kasus tersebut terindikasi suap, Ali langsung membantahnya.

“Dari mana kalian dapat informasi ada suap,” kata Ali sembari mengarahkan pertanyakan suap tersebut langsung ditanyai sumber informasinya.

Menyangkut pemeriksaan tersebut, Ali berdalih hal itu hanya rutinitas, guna memperbaiki kinerja Kejati dalam mengungkap kasus korupsi. Demikian pula dengan pemeriksaan kedua aktivis tersebut. “Mereka yang melaporkan kedua kasus tersebut,” ujar dia. [arman konadi]


Read More......

Granat Nyaris Hancurkan Kantor PA

* Bom Rakitan Tersimpan di Semak-semak

LHOKSEUMAWE- Sebuah granat jenis nenas urung meledak di kantor Ranting Partai Aceh, Gampong Keude Aceh, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe. Bahan peledak tersebut dilempar oleh orang tak dikenal saat listrik mati, Selasa (3/2) malam.



Menurut Ketua Ranting PA Keude Aceh Tgk.Darmawan, kepada koran ini menceritakan kronologisnya. Pada saat itu, seperti biasanya beberapa warga dan pengurus partai sedang ngobrol-ngobrol diteras depan kantor partai, sekitar lima orang.

Sekitar pukul 11.30 Wib, tiba-tiba PLN memadamkan listrik. Namun saat itulah ada seperti benda yang dilempar orang, mengenai kaki salah seorang dari mereka.

Merasa terkejut, saksi lalu mengambil hp dan menyinarkan cahaya ponsel itu ke arah bawah. Ternyata sebuah granat jenis nenas sudah ada di kaki mereka. Anehnya, lampu pun kembali hidup seperti semula dan kejadian ini selanjutnya dilaporkan ke Polsek Banda Sakti.

Tak lama kemudian, aparat bersama penjinak bom dari Kompi 4 Brimob Jeulikat. Granat yang urung meledak itupun dibawa ke markas Brimob Jeulikat untuk diamankan.

Menurut Tgk.Darmawan lagi, pada saat pelemparan granat itu, suasana agak sunyi. Serta tidak dilewati kendaraan. Diperkirakan oleh dirinya, granat itu dilempar bukan dengan mengendarai kendaraan, namun orang yang berjalan.

“Karena pada saat benda itu jatuh, ada seseorang orang yang lewat di jalan dengan berjalan kaki dari arah utara ke arah barat jalan. Karena sedang mati lampu, tidak begitu jelas bagaimana ciri-ciri orangnya,” terang Tgk.Darmawan lagi.

Kapolres Lhokseumawe AKBP Zulkifli melalui Kapolsek Banda Sakti Iptu Adi Sofyan membenarkan pihaknya sudah turun ke lapangan dan telah diamankan granat itu oleh tim Jibom Brimob Kompi 4 Jeulikat. Serta pada Rabu pagi, granat itu telah di disposal (musnahkan) pada kawasan kompi 4.

Bom Rakitan
Warga Gampong Kuala Simpang Ulim, Kecamatan Sumpang Ulim, Aceh Timur kembali dihebohkan dengan penemuan 2 unit bom rakitan sisa konflik. Benda ini dijumpai oleh warga sedang mencari kayu bakar ke semak-semak.
Kapolres Aceh Timur, AKBP. Drs. Ridwan Usman kepada Metro Aceh di ruang kerjanya mengatakan, dua unit bom rakitan yang memiliki berat 2 Kg itu ditemukan pada Selasa (3/3) sekira pukul 10.00 Wib oleh warga
setempat.

Selanjutnya keberadaan bom yang masih aktif dan berdaya ledak tinggi itu langsung dilaporkan ke Pol Airut Simpang Ulim oleh warga.

“Selanjutnya, bom rakitan itu diserahkan ke Mapolres Aceh Timur ini untuk diamankan,” sebut Ridwan.

Menurut Ridwan, bom rakitan tersebut adalah sisa peninggalan masa konflik yang tidak diketahui lagi keberadaannya oleh pihak bersangkutan. “Bom ini ditemukan oleh warga di semak-semak dekat gampong Kuala Simpang Ulim,” sebut Ridwan lagi.

Dia menjelaskan, kronologis penemuan bom rakitan itu berawal dari informasi masyarakat. Saat itu masyarakat Kuala Simpang Ulim melihat adanya dua bom yang terletak dipinggiran jalan desa dan dikelilingi
semak-semak.

Melihat hal itu warga menjadi curiga, karena bentuknya yang aneh serta menyerupai bom. Dan selain itu pada ujung bom itu juga terdapat wayer, langsung melaporkan temuan itu kepada aparat keamanan setempat.

Kapolres menyebutkan, adanya laporan masyarakat terhadap penemuan sejumlah benda yang mencurigakan, serta dianggap membahayakan masyarakat, membuktikan sudah terjalinnya komunikasi yang baik antara polisi dan masyarakat. Pun demikian pihaknya juga mengharapkan adanya laporan-laporan lain terhadap berbagai pelaku tindak kriminal maupun kejahatan lainnya, sehingga kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan baik, lancar, aman dan sejahtera.

“Kita sangat berterima kasih kepada masyarakat yang telah mau melaporkan dan memberitahukan polisi jika melihat, menemukan atau mengetahui benda-benda seperti bom yang dapat membahayakan warga, selain itu kita juga mengimbau agar warga juga dapat terus
memberikan informasi terhadap berbagai pelaku kejahatan maupun criminal di Aceh Timur,” demikian Ridwan Usman.


Jalan Kebun Dipasang Bom
Warga asal Gampong Beuringen, Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara, menemukan bom rakitan peninggalan masa konflik di sekitar jalan kebun masyarakat, Selasa (3/3) sekira pukul 18.00 WIB.

Danki Brimob Kompi-4 NAD, AKP Ian Riskian, melalui Wadanki Ipda Usman,SE, kepada wartawan koran ini, Rabu (4/3), mengatakan, bom rakitan peninggalan masa konflik Aceh ini ditemukan oleh salah seorang warga yang hendak ke kebun. Kemudian, melihat benda aneh dan dicurigai sebagai bahan peledak atau bom rakitan, sehingga warga itu melaporkan ke Mapolsek Meurah Mulia untuk ditindak lanjuti.

Selanjutnya, Kapolsek setempat langsung melakukan croscek ke lapangan untuk memastikan laporan masyarakat tersebut. Ternyata benar bom rakitan yang terbuat dari pipa besi sudah disemen tergeletak di semak-semak sekitar jalan menuju kebun warga.

“Sekitar 30 menit setelah penemuan bom rakitan dengan daya ledak radius 100 meter tersebut, Kapolsek baru menginformasikan kepada kami untuk melakukan penjinakan bom. Akan tetapi karena sudah menjelang malam hari, tidak memungkinan turun ke lokasi kejadian perkara (TKP),”ucap Ipda Usman.

Namun, pagi kemarin pukul 07.00 WIB bom rakitan tersebut sudah dijinakan oleh tim Jibom dari Brimob Kompi-4 NAD yang turun ke lapangan. Bahkan, bom aktif itu dengan beratnya 30 kilogram, panjang 50 cm dan 15 diameter juga sudah diledakan atau disposal di kawasan

Kompi setempat
Lanjut dia, temuan bom ini rakitan masih aktif itu di Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara merupakan yang ketiga kali setelah sebelumnya juga ditemukan bom di Kecamatan Tanah Jamboe Aye dan Kecamatan Lhoksukon.
Untuk itu Ipda Usman meminta kepada seluruh masyarakat di Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, agar dapat segera melaporkan kepada pihaknya jika menemukan bom rakitan di tempat tinggal masing-masing. (arm/dai/lis)



Read More......

Hentikan Kasus Mobar dan Blang Panyang, Pejabat Kejati Aceh Diperiksa Kejakgung

Banda Aceh | Harian Aceh--Sejumlahpejabat Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Rabu (4/3), diperiksa tim pengawas dari Kejaksaan Agung (Kejakgung) RI. Pemeriksaan itu ditengarai terkait penghentian penyelidikan beberapa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di Aceh.

Tim Kejakgung memeriksa secara perorangan pejabat Kejati Aceh, mulai dari tingkat kepala hingga kepala seksi, termasuk Kajati Yafitzham SH, Asintel M Adam, dan Kajari Lhokseumawe Tomo SH. Sementara koordinator GeRAK Aceh dan MaTa ikut dimintai keterangan terkait indikasi korupsi yang mereka laporkan.



Kajati Yafitzham dan Asintel M Adam disebut-sebut diperiksa terkait pemberhentian penyelidikan kasus pengadaan lahan Terminal Mobil Barang (Mobar) di Desa Santan, Ingin Jaya, Aceh Besar. Sementara Kajari Tomo diperiksa terkait pemberhentian kasus pengadaan tanah pembangunan rumah sakit bantuan Korea di Blang Panyang, Lhoksmawe.

Askhalni dan Rahmat dari GeRAK serta Alfian dari MaTa dipanggil terkait temuan kedua LSM itu terhadap kedua kasus yang diberhentikan pihak penyidik kejaksaan di Aceh. Sedangkan pemeriksaan seluruh kepala seksi (Kasi) dan asisten lainnya merupakan pemeriksaan rutin setiap tahunnya.

Tim pengawas Kejakgung yang diturunkan ke Aceh itu diketuai Iskamto SH. Dia dimpingi empat anggotanya, yakni Rahmat Priono, Rahmat Riono, M Abdu Amasta, dan Fajar.

Alfian, Koordinator MaTa, mengatakan surat panggilan kepadanya dilayangkan Jamwas Kejakgung beberapa hari lalu. Kedatangannya ke Kejati Aceh sebatas saksi dengan tidak menentukan jenis kasusnya. Dia mengaku menjalani pemeriksaan pukul 09.00-12.00 WIB. “Saya dicerca 12 pertanyaan terkait kasus Blang Panyang yang penyelidikannya telah dihentikan oleh Kejari Lhokseumawe,” katanya.

Menurut pihaknya, sebut Alfian, telah terjadi korupsi dalam kasus Blang Panyang, sesuai barang bukti baru yang ditemukan. “Tapi kasus itu dihentikan oleh Kejari. Laporan kami itu ternyata mendapat respon dari Kejakgung,” jelasnya.

Karena dikhawatirkan adanya permainan suap-menyuap dalam kasus itu, lanjut Alfian, maka Kajari Tomo juga diperiksa oleh tim pengawas. “Tim itu juga memeriksa kinerja Kejati Aceh atas sejumlah kasus yang sudah diusut dan kasus yang berhenti begitu saja seperti PT NAA dan beberapa kasus lainnya,” sebutnya.

Hal senada disampaikan Pjs Koordinator GeRAK Aceh Askhalani. Kata dia, pemanggilannya menghadap tim pengawas Kejakgung hanya sebagai saksi. Meski tidak disebutkan saksi dalam kasus tertentu, namun dari 12 pertanyaan yang diajukan keselurahannya menyangkut kasus pengadaan lahan Terminal Mobar di Desa Santan, Aceh Besar.

”Mereka meminta keterangan atas temuan korupsi yang kami laporkan itu. Pasalnya, Kejati Aceh telah menghentikan penyelidikan dengan alasan tidak ditemukan indikasi korupsi. Mungkin keterangan dari kami sebagai data tambahan untuk pemeriksaan Yafitzham dan M Adam atas pemberhentian kasus itu,” katanya usai diperiksa empat jam bersama rekannya Rahmat, Sekretaris Eksekutif GeRAK.

Pengurus LSM Antikorupsi itu menyebutkan, komitmen Kejakgung RI dalam memberantas korupsi khususnya di Aceh sangat tinggi. Hal itu terlihat dari kedatangannya dalam inspeksi kinerja Kejati Aceh tersebut dengan memeriksa hingga tingkat Kajati.

”Mereka sebenarnya menilai ada sesuatu di balik penghentian kedua kasus tersebut, sehingga memanggil kami sebagai pelapor kasus. Dari pernyataan-pernyataan mereka, sangat patut diperiksa Kajati Aceh dan Asintelnya untuk kasus Mobar, serta Kajari Lhoksmawe untuk kasus Blang Panyang,” sambung Rahmat.

Namun pernyataan kedua LSM tersebut dibantah Kasi Penkum Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis. Menurut Rasab, pemeriksaan oleh tim pengawas Kejakgung itu sebatas inspeksi umum dan dilaksanakan setiap tahun. ”Apa saja yang disampaikan di luar, silakan saja. Yang jelas, inspeksi iniadalah inspeksi umum keseluruhan,” katanya saat dihubungi, kemarin.

Menyangkut pemanggilan koordinator GeRAK dan MaTa Aceh, Rasab mengatakan hal itu biasa dan tidak ada kaitan dengan inspeksi tersebut. ”Itu saja. Apa yang mereka bilang, ya kata mereka, bukan saya yang katakan,” pungkasnya.(min)



Read More......