04 Maret 2009

APBA 2009 bakal Jadi Temuan Pelanggaran

* Bisa Terkena Sanksi Pembatalan

Serambi Indonesia

JAKARTA - Qanun tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2009 bakal menjadi bahan temuan pelanggaran keuangan apabila isinya tidak diperbaiki saat disahkan, sebagaimana daftar koreksi dan evaluasi yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kepada DPRA dan Gubernur Aceh.


Hasil evaluasi dan koreksi tersebut menjadi salah satu parameter mendasar bagi auditor saat memeriksa anggaran keuangan, termasuk dari Pemerintah Aceh. Juru Bicara Departemen Dalam Negeri (Jubir Depdagri) Saut Situmorang menyatakan hal itu menjawab Serambi di Jakarta, Selasa (3/3), sehubungan dengan telah disahkannya Rancangn Qanun (Raqan) APBA 2009 menjadi qanun oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akhir bulan lalu.

Menurutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib menindaklanjuti/mematuhi seluruh hasil koreksi dan evaluasi Mendagri terhadap rancangan APBD dalam rangka pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini.

“Kalau tidak direspons, maka qanun tersebut akan menjadi objek pemeriksaan dan temuan pelanggaran dalam tata kelola keuangan- negara yang baik,” tukas Saut Situmorang.

Pengesahan Qanun APBA 2009 itu menuai kontroversi, karena belum diperbaiki sesuai hasil koreksi dan evaluasi Mendagri, tapi sudah disahkan oleh Pimpinan DPRA.

Rancangan APBA itu diterima Depdagri 3 Februari 2009 dan telah selesai dievaluasi pada 19 Februari 2009 dengan Nomor: 903-143 Tahun 2009.

Bisa dibatalkan

Berbagai kalangan, terutama aktivis Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, menyebutkan bahwa pengesahan APBA 2009 tersebut cacat hukum dan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya Pasal 235 ayat (5) Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengharuskan evaluasi pemerintah pusat terhadap rancangan qanun sebelum disahkan DPRA dan Gubernur Aceh.

Peraturan lainnya, yakni Qanun Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 107 ayat (7) memerintahkan Pimpinan DPRA dan Gubernur Aceh melakukan penyempurnaan sesuai hasil evaluasi Mendagri. Sanksi pembatalan oleh Mendagri dapat dilakukan terhadap APBA 2009, apabila tidak dilakukan perbaikan sebagaimana hasil evaluasi. Ketentuan ini termuat pada Pasal 187 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2008.

Saut Situmorang menjelaskan, ada empat jenis rancangan peraturan daerah (ranperda/raqan) yang harus dievaluasi Mendagri sebelum disahkan menjadi perda/qanun. Yakni, Ranperda tentang APBD (APBA), Ranperda tentang Pajak Daerah, Ranperda tentang Retribusi Daerah, dan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. Sedangkan rancangan perda/qanun di luar yang empat jenis tersebut, evaluasinya justru dilakukan setelah disahkan bersama oleh pimpinan eksekutif dan legislatif.

Evaluasi diperlukan, menurut Saut, untuk menjaga konsistensi (taat asas) antara perda/qanun atau keputusan kepala daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. “Kalau ada regulasi yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, diminta untuk diperbaiki atau terpaksa dibatalkan,” tukas Saut.

Alasan lainnya adalah untuk menjaga kesesuaian substansi materi yang diatur dalam perda/qanun atau keputusan kepala daerah dengan kepentingan masyarakat luas. “Dan pemerintah daerah wajib menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut,” imbuh Saut Situmorang. (fik)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar