08 Maret 2009

Gubernur dan Wagub Ajukan Cuti Kampanye

serambi indonesia
BANDUNG - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Muhammad Nazar, telah mengajukan cuti secara resmi ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk mengikuti kegiatan kampanye terbuka atau rapat umum dalam pemilu legislatif. Kegiatan kampanye itu sendiri dijadwalkan berlangsung mulai 16 Maret sampai 5 April mendatang.Pernyataan tersebut disampaikan Humas Depdagri, Saur Situmorang disela-sela wisuda IPDN di Jatinangor, Jabar, Sabtu (7/3). Selain, Gubernur dan Wagub Aceh, ada 19 pejabat daerah lainnya yang juga sudah mengajukan permintaan cuti secara resmi untuk kegiatan kampanye dalam pemilu legislatif antaralain, Gubernur Sumatera Selatan, Gubernur dan Wagub Kalimantan Tengah, Gubernur Kalimantan Barat, Wagub Sulawesi Utara, dan Wagub Sulawesi Tengah.


Termasuk Bupati Subang, Poso, Tolitoli, Bualemo, Bonebolemo, dan Gorontalo, serta tiga wakil bupati yaitu Bonebolamo, Bualemo, dan Gorontalo. Selain itu Walikota Banjarmasin dan Gorontalo, serta Wakil Walikota Banjarmasin dan Gorontalo. “Bagi daerah yang pejabatnya cuti kampanye secara bersamaan jadwalnya akan diatur,” ucapnya.

Bagi daerah yang kedua pejabat negara cuti kampanye maka sekretaris Daerah (sekda) bertugas untuk menangani penyelenggaraan pemerintah daerah sehingga tidak perlu khawatir apabila terjadi kekosongan pemimpin.

Permintaan cuti diajukan paling lambat 12 hari sebelum pelaksanaan kampanye Pemilu.

Dalam melaksanakan kampanye Pemilu, Pejabat Negara dilarang menggunakan fasilitas negara, memobilisasi aparat bawahannya untuk kepentingan kampanye, menggunakan dan/atau memanfaatkan dana yang bersumber dari keuangan negara baik secara langsung maupun tidak langsung, dan/atau menggunakan fasilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Kewajiban moral

Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Muhammad Nazar, yang dikonfirmasi Serambi, Sabtu (7/3) malam tadi, membenarkan bahwa dirinya telah mengajukan permintaan cuti secara resmi untuk kegiatan kampanye dalam Pemilu. “Benar saya telah mengajukan cuti secara resmi ke Depdagri beberapa hari lalu. Apakah cuti saya itu dikabulkan atau tidak, saya belum tahu,” katanya.

Muhammad Nazar yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) mengatakan, pihaknya mengajukan cuti tersebut karena secara aturan dibenarkan. “Sebagai ketua majelis tinggi Partai SIRA, saya punya kewajiban moral untuk berkampanye. Lagi pula, saya kan pejabat publik yang bukan PNS,” ujarnya.

Dikatakan, bila cuti tersebut dikabulkan oleh Depdagri nantinya ia akan berkampanye khusus untuk Partai SIRA. Selama massa kampanye tersebut nantinya ia siap untuk tidak menggunakan fasilitas negara yang selama ini melekat pada dirinya. “Kalaupun saya pakai mungkin aparat untuk pengamanan tertutup dan dokter. Saya kira ini tidak masalah sebagai diri saya masih melekat sebagai Wagub, kan hanya berhenti sebentar lantaran cuti untuk kampanye,” katanya.

Sementara Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yang dikonfirmasi tadi malam tidak berhasil. Sebuah sumber menyabutkan, Gubernur sedang dalam perjalan tadi malam ke Australia untuk sebuahkunjungan resmi ke negeri Kangguru itu. Kalau cuti kampanye Irwandi tersebut dikabulkan oleh Depdagri, kemungkinan ia akan menjadi jurkam Partai Aceh.(sup/ant)

Read More......

Panwaslu Laporkan Penurunan Bendera PA ke Polisi

rakyat aceh
ACEH UTARA-Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Aceh Utara, mengajukan laporan penuruan bendera Partai Aceh (PA) oleh anggota TNI dari Koramil Simpang Kramat, ke Polresta Lhokseumawe. Dengan tujuan, agar dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.


Bendera Partai Aceh itu diturunkan oleh Danramil 17 Kecamatan Simpang Kramat bersama anggotanya, Selasa (3/2) malam lalu. Meskipun, Danramil setempat sudah dicopot dari jabatan oleh Dandim 0103 Aceh Utara dan dijatuhkan hukuman teguran serta penjara selama 14 hari bersama anggotanya, namun Panwaslu Aceh Utara telah melaporkan perihal penurunan bendera PA ke Mapolresta Lhokseumawe.

Ketua Panwaslu Kabupaten, Samsul Bahri, SE,MM, saat dikonfirmasi Rakyat Aceh, Sabtu (7/3), menyebutkan, pihaknya mengajukan laporan itu kepada polisi sesuai dengan laporan secara tertulis dari pengurus Partai Aceh yang ditujukan ke Panwaslu Aceh Utara.

“Kami sudah menerima laporan mereka yang disertai dengan barang bukti dan saksi mata melihat penurunan bendera PA oleh TNI. Tentunya, sebagai tindak lanjut dari Panwaslu mengajukan kepada Polresta Lhokseumawe, karena itu termasuk sebagai pelanggaran pidana,” ucap Samsul Bahri.

Dia mengatakan, biarlah aparat kepolisian yang melakukan proses tentang penurunan bendera Partai Aceh. Pun demikian, pihaknya tetap memantau nantinya sejauh mana sudah menindak lanjuti atas laporan secara tertulis yang dikirimkan ke polisi.

Selain itu, ungkap dia, sejauh ini Panwaslu Aceh Utara juga sudah menerima laporan pengaduan secara tertulis dari Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Partai Persatuan Pembangunan (P3) di Kecamatan Geuruedong Pase. Dalam laporannya Ketua PAC itu menyatakan telah diintimidasi oleh pihak tertentu terhadap dirinya melalui telepon.

Kemudian, laporan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dimana kader PKS tersebut dipukul oleh orang tak dikenal di Gampong Alue Geunto, Kecamatan Syamtalira Aron, pada 10 Februari lalu, sekira pukul 22.30 WIB.

Selanjutnya, laporan dari Partai Rakyat Aceh (PRA) menyatakan terjadi intimidasi oleh orang tak dikenal terhadap pengurus partai saat memasang alat peraga kampanye di kawasan Buloh Blang Ara, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara.

Sementara itu, lanjut Samsul Bahri, selama ini pihaknya juga sering menerima puluhan laporan pengaduan secara tidak tertulis melalui telepon dan sms oleh partai politik baik intimidasi maupun kehilangan alat peraga kampanye.

Namun Panwaslu Aceh Utara, tidak dapat menindak lanjuti karena belum dibuat laporan secara tertulis. Untuk itu diminta kepada semua partai politik jika mengalami intimidasi dan pengrusakan alat peraga kampanye, agar membuat laporan tertulis kepada pihaknya.(arm)

Read More......

Lagi, Caleg PA ‘Berwajah’ Monyet

Lhokseumawe | Harian Aceh--Calon anggota legislatif dari Partai Aceh (PA) di Lhokseumawe kembali mendapat pelecehan. Kali ini giliran gambar Caleg Tgk M Yatim Usman yang dipajang pada pokok kayu di Jalan Tgk Chik di Tiro, Lancang Garam, Lhokseumawe, diganti dengan muka monyet, Sabtu (7/3) sekitar pukul 12.00 WIB.


Informasi diperoleh Harian Aceh menyebutkan, warga yang melihat gambar Caleg Partai Aceh tersebut telah ditempel dengan muka monyet langsung melaporkan temuan itu ke Polsek Banda Sakti, Lhokseumawe. Kapolsek Banda Sakti Iptu Adi Sofyan dan anggotanya segera turun ke lokasi. Tidak lama kemudian, giliran anggota Panwaslu Lhokseumawe, Riswandi tiba di tempat itu. Warga menyemut menyaksikan pemandangan langka tersebut.

“Kita sudah menerima laporan dari pengurus Partai Aceh terkait kasus pengrusakan atribut salah seorang caleg mereka. Barang bukti gambar caleg itu sudah kita amankan. Karena kasus ini termasuk tindak pidana Pemilu, maka sesuai hasil pleno kita akan laporkan ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum,” kata Riswandi, salah seorang anggota Panwaslu Lhokseumawe.

Menurut dia, kasus yang sama pernah terjadi terhadap gambar salah seorang caleg lainnya dari Partai Aceh, beberapa waktu lalu. Kasus tersebut, katanya, sudah dilaporkan ke pihak Polres Lhokseumawe. “Sejauh ini, sudah ada tiga kasus yang termasuk tindak pidana pemilu di Kota Lhokseumawe. Satu lainnya terkait pengancaman pemasangan baliho caleg di kawasan Panggoi Lhokseumawe. Itu juga akan kita laporkan kepada polisi,” kata Riswandi.

Seperti diberitakan sebelumnya, gambar Nurajda, caleg dari Partai Aceh yang terpampang dalam baliho di Jalan Pase Keude Aceh, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, mendapat pelecehan dari oknum tidak bertanggung jawab, Jumat (27/2). Gambar wajah caleg nomor urut enam dari daerah pemilihan Banda Sakti itu diganti dengan muka monyet.(irs)

Read More......

Buronan Diciduk di Pesta Sabu

Aceh Independen | Peureulak

Dua buronan polisi diciduk saat berpesta sabu dan ganja di sebuah rumah di Desa Blang Bitra, Kecamatan Peureulak Kota, Aceh Timur, Sabtu (7/3) sekitar pukul 01.30 WIB. Kedua buronan yang sudah lama masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO polisi itu, yakni MN bin Sf (24 tahun), warga Desa Lhok Dalam dan Kd bin Jl (27 tahun), warga Desa Blang Bitra. Kedua tersangka tercatat sebagai penduduk Kecamatan Peureulak Kota, Aceh Timur, diciduk dalam sebuah operasi khusus.


Dari tangan tersangka, polisi mengamankan sejumlah barang bukti (BB) berupa, satu paket bong sabu (alat isap), dua amplop ganja kering siap edar seharga Rp200 ribu, empat bungkus rokok, mancis, dompet, kartu identitas, enam kartu telepon seluler serta uang ratusan ribu rupiah.

“Dua tersangka diduga terlibat aksi kriminalitas selama ini di Aceh Timur,” kata Kapolres Aceh Timur AKBP Drs Ridwan Usman didampingi Wakapolres Kompol Junaidi kepada wartawan. “Penangkapan keduanya berkat informasi masyarakat.”

Dari laporan tersebut, sejumlah personel polisi diterjunkan ke lokasi. Polisi sempat mengendap dan memantau rumah yang dilaporkan sedang berlangsung pesta narkotika. Tak lama kemudian, tim khusus Mapolres Aceh Timur mengepung rumah tersebut.

“Saat digerebek, seorang tersangka sedang mengisap sabu. Di rumah itu, polisi juga mengamankan sebuah borgol dari tangan seorang tersangka. Setelah ditelusuri, borgol tersebut milik oknum Polhut Aceh Timur,” ujar Ridwan.

Malam itu juga kedua tersangka digelandangi ke Mapolres Aceh Timur. Dari pemeriksaan polisi, tersangka mengaku baru pertama kali mengisap sabu. Tersangka juga membantah pernah terlibat penculikan dan perampokan bersenjata api.

Berdasarkan catatan kriminalitas polisi, keduanya diduga kuat terkait sejumlah kasus kriminalitas bersenjata api di Aceh Timur. Polisi terus memeriksa kedua tersangka sejauh mana keterlibatan mereka dalam aksi kejahatan bersenjata api.

“Sementara ini tersangka kita periksa terkait kasus narkoba. Kita juga akan memeriksa lebih lanjut sejauh mana kejahatan bersenjata api mereka lakukan,” ujar Kapolres Ridwan Usman. Ia mengharapkan masyarakat jangan segan melaporkan kalau ada mencurigai sesuatu kejahatan. [ilyas ismail]

Read More......

07 Maret 2009

Polisi Bebaskan Sandera

* Diberi Makan Cuma Sekali Sehari
serambi Indonesia
IDI
- Kepolisian Resor (Polres) Aceh Timur, Jumat (6/3) sekira 05.30 WIB berhasil membebaskan Mukiat alias Ahok (50), warga Marelan, Medan, Sumatera Utara (Sumut), yang disandera komplotan penculik di Peureulak Kota. Pria yang juga tekong boat itu dibebaskan tanpa uang tebusan.


Versi polisi, sebelum pembebasan dilakukan, sempat terjadi baku tembak antara polisi dengan komplotan bersenjata api (senpi) di kawasan Desa Kuala Leuge, Peureulak Kota. Kapolres Aceh Timur, AKBP Ridwan Usman yang dihubungi Serambi kemarin mengatakan, pihaknya berhasil membebaskan sandera dari kungkungan empat pria yang bersenjata laras panjang di kawasan Desa Kuala Leugeu, Kecamatan Peureulak.

Menurut Ridwan, korban yang sudah semingggu terakhir ditahan kawanan penculik itu merupakan tekong boat KM PUU 46. Ia diculik dari atas boat ketika sedang mencari ikan di kawasan Kuala Peureulak. Para pelaku menodongkan senjata laras panjang ke arahnya.

Setelah diculik, pelaku membawa korban dengan cara memindahkannya ke boat lain. Selanjutnya dibawa menepi ke daratan.

Saat berada dalam kawalan pelaku, korban sempat dimintai uang tebusan ratusan juta rupiah. Namun, ia belum sempat memberikan uang yang diminta pelaku ketika polisi berhasil membebaskannya.

“Pada saat membebaskan sandera, polisi sempat melepaskan beberapa kali tembakan ke arah pelaku. Namun, tak berhasil melumpuhkan seorang pun dari empat pelaku,” ujar perwira polisi kelahiran Montasik, Aceh Besar ini.

Masih menurut Kapolres, selama dalam penyanderaan, korban selalu dibawa pelaku berpindah-pindah tempat. Diduga, cara itu dilakukan untuk mengelabui petugas dalam mendeteksi keberadaan atau lokasi persembunyian mereka.

Selain itu, korban mengaku hanya diberi makan satu kali sehari oleh kelompok yang belum teridentifikasi itu.

Keberadaan para penyandera diperoleh polisi berdasarkan informasi masyarakat yang menyebutkan bahwa komplotan sedang berada di wilayah itu.

Atas dasar informasi tersebut, kata Ridwan Usman, polisi segera bergerak ke lokasi untuk menggerebek. Mengetahui keberadaan mereka sudah tercium polisi, para pelaku segera melepaskan tembakan ke arah hamba hukum. Mendapat serangan, polisi segera membalasnya, sehingga terjadi kontak tembak beberapa menit, dan komplotan itu pun menghilang.

Ditanya tentang kondisi korban, menurut Kapolres, saat ini korban sudah berada di Mapolres di Peudawa dalam kondisi lemah serta shock berat, meskipun mampu berbicara.

Sebelumnya, Serambi mencatat bahwa gerombolan bersenjata api asal Aceh Timur telah merompak peralatan tug boat yang sedang menghela kapal tanker kosong, MLC Nancy 5 milik Singapura, pada 19 Februari 2009 di perairan Malaysia. Pelaku menahan nakhoda kapal yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) serta meminta tebusan Rp 1 miliar.

Kapal MLC Nancy 5 itu berlayar dari India dan akan masuk ke Singapura. Tiba-tiba ada sebuah kapal nelayan yang mendekat, kemudian naik tujuh orang bersenpi. Tiga orang di antaranya bersenjata laras panjang, diduga AK 47, dan empat lainnya menggunakan pistol. Pelaku kemudian hanya menculik dua orang di antaranya. Hingga kini, nasib nakhoda dan seorang awak buah kapal yang diculik itu belum diketahui. Beberapa pihak curiga, penculiknya adalah rompak laut pimpinan Popeye, spesialis kejahatan di laut saat Aceh masih berkonflik. (na/is/yuh)

Read More......

Dandim Aceh Utara: Kesalahan Fatal Cukup Sekali Ini

Lhokseumawe | Harian Aceh—Komandan Kodim 0103 Aceh Utara Letkol Inf Yusep Sudrajat menegaskan, kesalahan fatal yang dilakukan Danramil-17 Simpang Kramat Letda Inf Erwin YS tidak boleh terulang lagi. Pencopotan Letda Erwin harus menjadi pelajaran berharga bagi prajurit TNI lainnya.


“Ini sertijab yang di luar kebiasaan, yang tidak seperti kita rencanakan, karena ada satu masalah, kesalahan fatal. Ini pelajaran berharga, tidak boleh terulang lagi, cukup sekali ini,” kata Dandim Yusep Sudrajat dalam amanat tanpa teks pada upacara serah terima jabaran Danramil Simpang Kramat dari Letda Inf Erwin YS kepada Lettu Inf Solihin di Makodim Aceh Utara, Jumat (6/3) pagi.

Dandim Yusep mengingatkan seluruh jajarannya supaya ke depan tidak terjadi lagi tindakan seperti yang dilakukan Letda Erwin. Prajurit TNI, kata Yusep, tidak boleh menyakiti rakyat dan parpol peserta Pemilu. “Mudah-mudahan ini (pencopotan jabatan Letda Erwin) menjadi acuan bagi yang lain untuk tidak gegabah dalam bertindak. Walaupun saya tahu tujuan Letda Erwin itu supaya ke depan tidak ada lagi teror, tapi pelaksanaannya terlalu bersemangat. Ini suatu bentuk kesalahan, sehingga Letda Erwin dinonjobkan,” katanya.

Menurut Dandim Yusep, TNI tidak berwenang menurunkan atribut parpol, tugas TNI hanya memback-up kepolisian. Netralitas TNI, kata dia, harus dijaga dan dilaksanakan oleh semua prajurit. “TNI netral senetralnya, tidak boleh masuk ke politik praktis, ini sudah ditegaskan oleh panglima TNI. Kita tidak main-main, kalau ada yang melakukan kesalahan maka akan ditindak sesuai prosedur,” kata lulusan Akmil tahun 1988 ini.

Selain serah terima jabatan Danramil Simpang Kramat, dalam upacara yang dihadiri seluruh Danramil di wilayah hukum Kodim setempat, juga dilaksanakan serahterima jabatan Danramil 38/Bandar Baru dari lettu Inf Solihin kepada Pelda Muhammad Syamaun. Seusai upacara itu, sejumlah ibu Persit terlihat meneteskan air matanya saat bersalaman dengan Letda Erwin.

Seperti diberitakan kemarin, Letda Erwin dicopot dari jabatannya sebagai Danramil Simpang Kramat karena mengeluarkan kebijakan menurunkan atribut sejumlah parpol di Simpang Kramat, Senin malam lalu. Paskainsiden tersebut, Letda Erwin dan enam anggotanya dimajukan ke persidangan disiplin. Letda Erwin dikenakan hukuman teguran. Sedangkan enam anggota Koramil yang menurunkan atribut parpol dijatuhi hukuman 10 hari kurungan.(irs)

Read More......

28 Pelanggaran Masuk Daftar Panwaslu

rakyat aceh
BANDA ACEH-Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi Aceh hingga kini telah menerima 28 laporan pelanggaran kampanye dari peserta Pemilu dan masyarakat. Baik diterima melalui surat, Short Message Service (SMS) maupun datang langsung ke kantor.


”Panwas telah menerima 28 aduan pelanggran beragam. Ada yang berupa intimidasi, pengrusakan alat peraga kampanye (atribut), pengrusakan dan pemboman kantor partai dan pencemaran nama baik,” kata Nyak Arif Fadilah, Ketua Panwaslu Aceh, Jumat (6/3).

Nyak Arif menjelaskan, aduan yang diterima Panwaslu tidak dapat ditindak lanjuti semua, karena kejadian yang dilaporkan sudah kadarluasa (lama). Namun, sambungnya, tetap diterima untuk kemudian direkap dan akan disampaikan dalam rapat koordinasi dengan Kapolda tentang tren pelanggaran.

”Laporan tidak bisa lebih dari tiga hari, pelapor harus jelas identitasnya, tidak boleh melalui surat kaleng. Harus mengetahui siapa pelaku dan juga harus ada bukti dan saksi, itu baru bisa langsung ditindak lanjuti,” jelasnya.

Hal itu menurutnya, harus dipahami masyarakat dan peserta Pemilu, Panwas hanya bisa berikan sangsi administrasi bila pelanggaran kecil, namun bisa juga memberikan klarifikasi yang ditelaah sesuai dengan peraturan. Selebihnya kewenangan Polri.

Nyak Arif kembali mengingatkan masyarakat dan peserta Pemilu tentang tugas dan kewenangan Panwaslu. "Panwas tidak berwenang melakukan penyelidikan, hanya terima laporan, bila pelanggran berat dan bersifat kriminal akan diteruskan ke Polri,” jelasnya.

Ia menyatakan, hingga kini ada empat laporan pengrusakan atribut kampanye yang telah dilimpahkan ke Polri untuk dilakukan pengusutan, tiga dikembalikan karena tidak cukup bukti, serta kasus yang terjadi telat dilaporkan. Kasus pemukulan dan intimidasi terhadap kader PAAS di Pidie salah satu kasus yang sedang ditangani Polda dan masuk dalam pidana,bukan pelanggaran kampanye.

Nyak Arif menyatakan, laporan terakhir yang diterima Panwas, Jumat (6/3), adalah dari Partai Aceh (PA), berupa tulisan (grafiti) PA yang terdapat kata-kata PKI di tembok MAN Jambotape, Lampriet Banda Aceh.

"Setelah menerima laporan, Panwas langsung turun untuk melihat dan memastikan laporan akan tulisan tersebut. Namun sampai ditempat kejadian, tulisan dan logo sudah terhapus,” ujarnya.

Ia menyatakan, laporan pelanggaran yang masuk ke Panwas Provinsi sudah mulai berkurang, hal itu seiring dengan mulai terbentuknya Panwaslu pada tiap Kabupaten/kota. Kini panwas kabupaten/kota yang banyak menerima laporan pelanggaran.

Menjelang pelaksaan Pemilu 2009, eskalasi pelanggaran di kabupaten/kota semakin meningkat, dan diharapkan dapat segera turun dan diminimalisir agar pemilu berjalan aman dan damai.

Gaji Panwascam
Sementara itu, panitia Pengawas Pemilu ditingkat Kecamatan, saat ini hampir terbentuk di 270 Kecamatan di Provinsi Aceh, begitu juga dengan Petugas pengawas lapangan (PPL) yang sudah mulai direkrut oleh Panwascam. Gaji yang akan diterima untuk tiga orang Panwascam untuk ketua Rp 1 juta per bulan, anggota 750 ribu per bulan, sedangkan anggota PPL akan mendapatkan honor Rp 400 ribu per bulan, ditambah biaya operasional investigasi sampai akhir tugas Rp 500 ribu. (slm)

Read More......

Tak Ada Partai Separatis

rakyat aceh
SUBULUSSALAM-Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menegaskan, seluruh partai politik peserta Pemilu, baik nasional dan maupun lokal terdatar dan diakui Undang-Undang parpol. ‘Tidak ada partai separatis, tak ada partai illegal, semuanya sah. Karenanya seluruh elemen harus memberikan apresiasinya mensukseskannya,’ ujar Irwandi dalam sambutan ketika melantik Walikota Subulussalam Merah Sakti dan wakilnya H Affan Alfian. Kamis (5/3).


Gubernur berharap, pelaksanaan pesta demokrasi di Aceh yang tinggal satu bulan lagi, dapat berlangsung lancar dan sukses tanpa adanya intimidasi dari pihak atau kelompok manapun yang dapat menggangu jalannya pesta empat tahunan itu.

Kecuali itu, kepada ketua parnas dan parlok serta calon legislatif hendaknya dapat membimbing anggota dan konstituen agar tidak membuat kericuhan, tidak saling memfitnah serta saling menjelekkan, apalagi menebarkan rasa permusuhan.

"Seluruh masyarakat Aceh termasuk di Subulussalam harus dapat menunjukkan peradaban demokrasi yang berkualitas kepada Indonesia bahkan kepada dunia internasional," pintanya.

Pada kesempatan itu, kepada jajaran PNS, Gubernur juga menegaskan, harus dapat memposisikan diri sebagai fasilitator yang netral, sebab, semua sudah tegas diatur dalam Perpres Nomor 4 tahun 2009.

Tanpa Diskriminasi
Dalam sambutannya, Irwandi meminta Walikota dan Wakilnya untuk tidak membedakan atau diskriminasi masyarakat di Subulussalam. Masa lalu saat pilkada sudah berlalu tinggalkan semua aroma politik yang dulunya berbeda ataupun dulunya pernah menjadi lawan.
"Mulai saat ini saudara merupakan milik seluruh masyarakat Subulussalam, rangkul semua stake holder untuk kemajuan daerah," harapnya.

Karenanya, ke depan Walikota beserta Wakil harus punya skala prioritas sebagai arah kebijakan pembangunan, terlebih lagi daerah ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. "Pembangunan yang dibutuhkan bukan karena selera pejabat, atau legislative, tetapi yang dibutuhkan masyarakat, baik infrastruktur maupun sosial kemasyarakatan," jelasnya.

Pilkada Walikota Subulussalam berlangsung dua kali putaran, pada putaran pertama tanggal 20 Oktober 2008 pasangan Merah Sakti dan Affan Alfian berada pada urutan kedua dengan pasangan pesaingnya H Asmauddin dan Salmaja.

Kemudian pada putaran kedua, tanggal 15 Desember 2008, Merah Sakti dan Affan Alfian berhasil mengungguli pesaing pertamanya H Asmauddin dan Salmaja dan akhirnya KIP diputuskan sebagai pemenang.(imj)


Read More......

06 Maret 2009

Buntut Penurunan Bendera Parpol

Pangdam IM Nonjobkan Danramil Simpang Keuramat
serambi indonesia

BANDA ACEH - Panglima Kodam Iskandar Muda (Pangdam IM), Mayjen TNI Soenarko menindak Danramil Simpang Keuramat, Letda Inf Erwin YS dan enam anggotanya, dengan tindakan administratif, yakni dinonjobkan alias dicopot jabatannya, kemudian ditarik ke Makodim 0103/Aceh Utara. Sanksi tersebut diberikan Pangdam Mayjen Soenarko terkait dengan kasus penurunan bendera partai politik lokal (parlok), khususnya Partai Aceh (PA), di Kecamatan Simpang Keuramat, Kabupaten Aceh Utara, Senin (2/3) malam.






Bukan cuma ratusan bendera PA yang diturunkan, tetapi juga umbul-umbul di pusat kecamatan tersebut. Informasi tentang pemindahan Danramil Letda Erwin YS itu diterima Serambi, Kamis (5/3) sore, dari Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IM, Mayor Caj Dudi Dzulfadli, melalui siaran pers yang dikirimkan melalui email ke Redaksi Serambi Indonesia. Informasi senada juga disampaikan Dandim Aceh Utara, Letkol Inf Yusep Sudradjat saat dihubungi Serambi kemarin.

Kapendam menyatakan, TNI atau Kodam IM tetap mengacu pada keputusan politik pemerintah dan UU Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia bahwa TNI tidak boleh berpolitik praktis. Oleh karena itu, tutur Kapendam IM, TNI akan terus berupaya menjaga dan mempertahankan netralitas tersebut sebagai bagian dari reformasi internal TNI.

“Salah satu upaya yang telah dilakukan TNI adalah sosialisasi kepada seluruh prajurit Kodam IM mengenai netralitas tadi. Mabes TNI pun telah menerbitan buku saku tentang netralitas TNI sebagai panduan kepada seluruh jajaran TNI,” ujarnya.

Selain itu, kata Mayor Dudi, pimpinan TNI telah membagikan buku saku tentang netralitas TNI dalam pemilu kepada seluruh prajurit Kodam IM sebagai pedoman bagi anggota dalam menghadapi Pemilu 2009. “Ini merupakan bentuk tanggung jawab dalam menjaga netralitas TNI,” tukasnya.

Kapendam IM juga dengan tegas mengatakan, jika masih ada prajurit yang melanggar netralitas TNI dalam pelaksanaan Pemilu 2009, maka sanksinya cukup berat, mulai dari sanksi administrasi sampai pada pemecatan.

“Kami tegaskan kembali bahwa TNI bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis,” tukas Kapendam.

Sementara itu, Dandim Aceh Utara, Letkol Inf Yusep Sudradjat membenarkan bahwa telah dipersiapkan agenda pemutasian Letda Inf Erwin dan enam anggotanya hari ini (Jumat, 6/3). “Sertijabnya akan dilakukan di Makodim 0103 Aceh Utara,” kata Dandim.

Menurut Dandim Aceh Utara, hal itu dilakukan sebagai bukti atas keseriusan TNI menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran. Netralitas TNI dalam kehidupan politik, menurutnya, bukanlah sekadar buah bibir, melainkan benar-benar ditunjukkan dalam praktik nyata. Salah satunya adalah dengan menindak tegas prajurit yang melakukan berbagai kesalahan dan lalai dalam bertugas.

“Sejak bertugas di Aceh Utara, saya telah menindak sekitar 15 prajurit karena melanggar disiplin,” tukas Yusep Sudradjat.

Ia berharap, dengan dicopotnya Danramil Simpang Keuramat itu bisa menjadi contoh bagi prajurit lainnya di lapangan agar tak sewenang-wenang melakukan aktivitas yang tanpa perintah atasan.

Pemindahan enam prajurit itu, tambah Yusep, merupakan hukuman tambahan dari atasan. Sehari sebelumnya, Letda Erwin YS dan enam anggotanya (Sertu Sulfari, Serda Panjaitan, Koptu Kimpul, Pratu Junari, Pratu Taslim, dan Pratu Zainal) telah dikenakan hukuman disiplin dengan hukuman teguran. Putusan itu diambil melalui proses sidang kilat (cepat) di Makodim yang dipimpin langsung oleh Dandim Aceh Utara. Kemudian, sanksi tersebut ditambah lagi dengan hukuman lain, yakni menanggalkan jabatan untuk dibina di Pama Kodim. “Setelah mendapat pembinaan, mereka akan ditugaskan kembali, tapi belum diketahui ke mana kelak akan ditempatkan,” tukasnya.

Sebagaimana diberitakan kemarin, Danramil Simpang Keuramat dan enam anak buahnya dikenai hukuman disiplin, karena terbukti telah melakukan penertiban atribut parpol tanpa perintah atasan. Setelah diberi hukuman disiplin berupa teguran oleh atasan, hari ini ketujuh mereka mendapat tambahan hukuman, yakni dinonjobkan dari jabatan semula.

Sebelumnya, Ketua Panwaslu Aceh Utara, Syamsul Bahri mengatakan telah menerima laporan tentang penurunan bendera parpol di Simpang Keuramat.

Panwaslu menambahkan bahwa TNI tidak berhak menurunkan bendera parpol, karena bisa menyalahi aturan pemilu. Bila pun itu dilakukan, harus atas permintaan dari pemerintah daerah.

Terkait adanya konsensus antara muspika dengan masyarakat bahwa semua bendera parpol akan diturun apabila di wilayah tersebut ada bendera satu parpol yang hilang, menurut Syamsul, ia tidak tahu soal kesepakatan itu. “Kalaupun benar, aturan seperti itu tidak ada di dalam Undang-Undang Pemilu,” tukasnya. (dik/ib)




Read More......

Ekses Penurunan Atribut Parpol, Danramil Simpang Keuramat Dicopot

Lhokseumawe | Harian Aceh--Danramil-17/Simpang Kramat, Letnan Dua Inf Erwin YS dicopot dari jabatannya. Pencopotan dadakan tersebut ekses dari kebijakan Danramil Erwin yang memerintahkan anggotanya menurunkan atribut sejumlah partai politik termasuk Partai Aceh. Sementara enam anggota Koramil Simpang Kramat yang melakukan penurunan bendera parpol, ditarik ke Makodim 0103/Aceh Utara untuk dilakukan pembinaan.




Pelepasan jabatan Danramil Simpang Kramat akan dilakukan melalui upacara serahterima jabatan yang akan dilaksanakan di Makodim Aceh Utara di Lhokseumawe, Jumat (6/3) pagi. Hal tersebut diketahui Harian Aceh dari pihak Kodim Aceh Utara, Kamis (5/3), yang mengundang kalangan pers untuk menghadiri upacara tersebut.

Komandan Kodim Aceh Utara Letnan Kolonel Inf Yusep Sudrajat saat dihubungi ke telepon genggamnya, tadi malam, membenarkan bahwa dirinya mencopot Letda Inf Erwin YS dari jabatannya sebagai Danramil Simpang Kramat, karena mengeluarkan kebijakan yang menyalahi wewenangnya yaitu mencabut atribut parpol. Pencopotan itu, kata Yusep, sebagai bukti bahwa TNI netral menghadapi Pemilu 2009.

“Besok (hari ini—red), jabatan Letda Erwin sebagai Danramil Simpang Kramat akan diserahterimakan kepada Lettu Inf Solihin, yang sebelumnya sedang magang sebagai Danramil Bandar Baru (Aceh Utara). Letda Erwin akan di-PAMA-kan (perwira pertama—red) di Kodim. Ini sebagai bukti keseriusan kita, anggota TNI harus netral dalam setiap kegiatan Pemilu. Kemarin itu, Letda Erwin tanpa ada perintah, tapi atas inisiatifnya sendiri, karena mungkin dia terlalu bersemangat, sehingga menurunkan atribut parpol,” kata Dandim Yusep.

Ditanya apakah pencopotan terhadap Danramil Erwin tersebut karena ada tekanan pihak tertentu, Dandim Yusep mengatakan, “Tidak ada, prosedur kita memang begitu, kalau ada yang melakukan kesalahan maka akan disidang, kalau kesalahannya berat, ya, dicopot.”

Sedangkan enam anggota Koramil Simpang Kramat yang melakukan penurunan atribut parpol, lanjut Dandim Yusep, akan ditarik ke Kodim untuk menjalani pembinaan. “Karena hasil sidang disiplin kemarin (Rabu—red), keenam anggota Koramil itu dikenakan hukuman 10 hari kurungan. Mereka akan dipenjarakan di Kodim. Jadi, kita tidak main-main, supaya ini menjadi pelajaran bagi anggota TNI lainnya,” kata dia.

Seperti diberitakan kemarin, ekses penurunan atribut sejumlah parpol, Danramil-17/Simpang Kramat, Letda Inf Erwin YS dan enam anggotanya dimajukan ke persidangan disiplin di Makodim 0103/Aceh Utara di Lhokseumawe, Rabu (4/3). Hasil persidangan yang dipimpin Dandim Aceh Utara Letkol Inf Yusep Sudrajat, Danramil Erwin diberikan hukuman teguran. Sedangkan enam anggota Koramil itu dijatuhi hukuman ringan berupa kurungan selama 10 hari.

Sebelumnya, enam anggota Koramil Simpang Kramat dilaporkan menurunkan secara paksa ratusan lembaran bendera dan umbul-umbul Partai Aceh di Kecamatan Simpang Kramat, Aceh Utara, Senin (2/3) malam. Aksi tersebut disaksikan langsung oleh sejumlah warga setempat. Bahkan, Ketua Partai Aceh Sagoe Simpang Kramat, M. Dahlan sempat merekam aksi anggota Koramil melalui kamera handphone-nya.(irs)





Read More......

Selidiki, Isu suap di Tubuh Kejaksaan

Independen | Banda Aceh

Kejaksaan Tinggi didesak mengungkap isu suap merebak di tubuh lembaga penegak hukum tersebut. Meski baru sebatas isu, namun kejaksaan harus menyelidikinya.

“Ini dipandang penting karena menyangkut citra kejaksaan di mata publik. Kejaksaan harus mendalami isu tersebut. Jangan berdiam diri. Jika terbukti, tidak ada jalan lain bagi jaksa yang terlibat harus dinonaktifkan serta diproses secara hukum,” tegas M Nasir Djamil, anggota Komisi III DPR RI, Kamis (5/3).


Anggota komisi yang membidangi hukum dan HAM tersebut sempat mengunjungi Kejati, kemarin Kamis pagi. Ia mengacungi jempol, meski suap sebatas isu, Kejaksaan Agung meresponsnya dengan menurunkan Jaksa Agung Muda Pengawasan atau Jamwas.

M Nasir Djamil beralasan kehadirannya ke Kejati Aceh merupakan kunjungan kerja perorangan pada masa reses. Di mana dalam pertemuan tersebut dirinya juga bertemu Ketua Tim Jamwas Kejagung Iskamto, Kajati dan Wakajati NAD. Dalam pertemuan tersebut, ia sempat menanyakan isu suap tersebut.

“Memang pemeriksaan kinerja tersebut rutin yang dilakukan Kejaksaan Agung. Namun perihal isu suap diterima kejaksaan harus dibuktikan dan jangan dianggap remeh,” dia.

Menurut dia, isu suap tersebut berawal dari surat dikirim masyarakat ke Kejaksaan Agung. Dalam surat yang bertuliskan nama pengirim Drs Burhanuddin SH MM, disebutkan Asisten Intelijen Kejati Aceh M Adam menerima suap,” ujar M Nasir Djamil.

Pernyataan itu, lanjut dia, disampaikan Ketua Tim Jamwas Iskamto. Pun demikian, kejaksaan harus membuktikan kebenaran tersebut. Selain itu pelapor juga harus berani menjadi saksi jika benar mengetahui kasus penyuapan itu agar tidak terjadi fitnah.

Terkait pemeriksaan dua aktivis antikorupsi Aceh, menurut M Nasir Djamil, tindakan itu merupakan hal wajar. Pemeriksaannya terkait penghentian kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Aceh Besar dan Lhokseumawe. Dan juga meneluri alasan Kejati Aceh menghentikan kedua kasus tersebut.

Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Yafizham mengatakan, hal itu merupakan rutinitas. Di samping itu, tim Kejagung mencari tahu duduk persoalan dua kasus pengadaan tanah tersebut.
"Saya katakan, perkara itu sudah kita buat laporannya kepada KPK dan Kejagung. Karena isu diberitakan media, lalu diambil keterangan tim Jamwas," katanya.

Yafizham mengakui, dirinya juga sempat diperiksa tim Jamwas. Namun dia menolak disebutkan adanya pemeriksaan terhadap dirinya. "Bukan diperiksa, tapi diminta klarifikasi," ujarnya.

Dia sebutkan, pihaknya juga tidak begitu menanggapi terkait adanya isu jual beli kasus di lingkungan Kejati yang sempat santer beredar di kalangan wartawan.

"Namanya saja isu, saya mau bilang apa. Isu kan dari orang. Bisa-bisa saja. Anda pun bisa bilang. Tapi harus ada pembuktian, kalau tidak ada pembuktian apa yang mau dibilang. Saya tidak bilang benar atau tidak, tapi buktinya ada tidak," tangkis mantan Kajari Banda Aceh itu.

Sementara, Asisten Intelijen Kejati M Adam SH yang dimintai konfirmasi wartawan terkait isu suap ditujukan kepada dirinya, menolak berkomentar. "Saya dituding macam-macam, itu hak mereka. Tidak bisa saya klarifikasi. Saat ini saya no comment," katanya sambil berlalu naik lantai dua Kejati NAD. [arman konadi]

Read More......

05 Maret 2009

APBA 2009 Disepakati

* Dana Kerja Gubernur Dikurangi
Serambi Indonesia

BANDA ACEH - Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2009 hasil perbaikan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) sebagaimana dikehendaki Mendagri, akhirnya secara resmi disepakati dalam satu pertemuan antara Pimpinan DPRA dan Panitia Anggaran (Panggar) Dewan dengan TAPA, di ruang rapat Pimpinan DPRA, Rabu (4/3).


“Kesepakatan bersama itu kita ambil, setelah TAPA menjelaskan secara rinci perbaikan APBA 2009 yang telah dilakukannya, dengan mengacu kepada SK Mendagri Nomor 903-143 Tahun 2009 tentang Evaluasi APBA 2009 tertanggal 19 Februari 2009,” kata Ketua DPRA, Sayed Fuad Zakaria kepada pers, usai rapat evaluasi hasil perbaikan APBA 2009 yang dilakukan TAPA.

Didampingi Ketua Tim Perumus Panggar Dewan Marthen Habib, dan Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh A Hamid Zein, Ketua DPRA menjelaskan bahwa rapat evaluasi perbaikan APBA 2009 dengan TAPA ini dilaksanakan, untuk mengklarifikasi tudingan sejumlah pihak, bahwa Pimpinan DPRA telah mengabaikan evaluasi APBA 2009 sebagaimana dikehendaki Mendagri.

Sayed Fuad menjelaskan, proses pembahasan dan pengesahan APBA 2009, telah dilakukan melalui mekanisme yang benar dan mengacu kepada aturan yang berlaku, baik UUPA maupun Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh. “APBA 2009 dengan pagu senilai Rp 9,7 triliun, telah disetujui Fraksi-fraksi Dewan pada 30 Januari 2009. Untuk memenuhi ketentuan UUPA dan Qanun No.1 tahun 2008, pagu APBA 2009 Rp 9,7 triliun yang telah disetujui itu dibawa ke Mendagri untuk dievaluasi,” katanya.

Dalam evaluasinya, Mendagri memberikan saran, dan larangan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran dialihkan kepada kegiatan yang lebih prioritas dan rasional. Semua ini disampaikan Mendgari melalui SK Nomor 903-143 Tahun 2009 tentang Evaluasi APBA 2009 tanggal 19 Februari 2009 lalu, baru diterima Pemerintah Aceh dan DPRA, 23 Februari 2009. “Untuk mempercepat perbaikan, TAPA langsung memperbaikinya sesuai dengan usul saran Mendagri dan pada 25 Februari 2009 disampaikan kepada Pimpinan Dewan,” kata Sayed Fuad.

Wajib perbaiki

Perbaikan APBA yang dilakukan TAPA itu, jelas Sayed, dalam rapat bersama telah dievaluasi kembali dan hasilnya sudah disepakati. Artinya, apa yang menjadi cacatan Panggar Dewan, dalam pertemuan bersama tersebut, TAPA wajib memperbaikinya kembali sebelum dokumen APBA 2009 tersebut disampaikan kepada Mendagri.

Contohnya pengalokasian dana kerja gubernur dan wakil gubernur Rp 70 miliar yang dinilai Mendagri perlu dirasionalkan, harus dikurangi pada angka yang wajar, patut dan pantas serta mengacu kepada aturan yang berlaku. “Selain itu, belanja perjalanan dinas yang terlalu besar mencapai Rp 211 miliar/tahun, yang perlu dirasionalkan juga sudah dilakukan,” katanya.

Kemudian, tambah Sayed Fuad, bantuan untuk pengadaan tanah bagi yayasan, organisasi, dan lainnya yang dinilai Mendagri tidak tepat sasaran, harus distop. “Begitu juga bantuan sosial Rp 298 miliar yang masuk dalam pagu bantuan sosial Rp 1 triliun, perlu dikoreksi secara cermat dan dirasionalkan,” ujarnya.

Rapat evaluasi perbaikan APBA 2009 yang dilakukan TAPA, dari pihak Dewan selain dihadiri Ketua DPRA Sayed Fuad Zakaria dan Wakil Ketua Bidang Anggaran Tgk H Waisul Qarany Ali, juga dihadiri Ketua-Ketua Pokja Panggar Dewan antara lain Sulaiman Abda, Ketua Tim Perumus Panggar Dewan Marthen Habib, Wakil Ketua Murhaban Makam, dan Sekretaris Bustami Puteh.

Sedangkan dari unsur TAPA, yang hadir Sekda Aceh Husni Bahri TOB, Ketua Bappeda Prof Dr Munirwansyah MSc, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh TM Lizam bersama Sekretaris Bustami, Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh A Hamid Zein, serta pejabat terkait lainnya.(her)



Read More......

Aktivis Antikorupsi Diperiksa Kejagung

Aceh Independen | Banda Aceh

Tim Inspeksi Kasus Jaksa Agung Muda Pengawas Kejaksaan Agung memeriksa dua aktivis antikorupsi Aceh, Rabu (4/3). Pemeriksaan terkait evaluasi kinerja Kejaksaan Tinggi Aceh dalam menangani berbagai laporan indikasi korupsi.



Kedua aktivis tersebut, Pjs Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh Askhalani dan Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian. Kedua aktivis tersebut diperiksa pukul 09.00 hingga 13.00 WIB di ruang Asisten Pengawas Kejati NAD.

Pemanggilan keduanya berdasarkan permintaan Jaksa Utama Muda Inspektur Pidana Khusus/Perdata dan Tata Usaha Negara Iskamto. Surat tersebut ditandatangani Asisten Pengawas Kejati NAD Ohara Pudjo.

Pemeriksaan berlangsung tertutup. Askhalani diperiksa Jaksa Agung Muda dan juga Inspektur Pembantu Intelijen M Abduh Amasta. Sedang Alfian dimintai keterangan Fajar SH. Sementara itu, Rahman Triono SH, anggota tim inspeksi hanya mencatat pertanyaan diajukan kepada keduanya.

Askhalani mengatakan pemanggilan terhadap dirinya terkait laporan tertulis dari masyarakat tertanggal 14 November 2008. Surat itu meminta Jaksa Agung Hendarman Supandji memeriksa kinerja Kejati NAD.

“Dalam surat tertulis itu, masyarakat meminta Jaksa Agung memeriksa kinerja Kejati NAD dan asisten intelijen atas dugaan adanya indikasi deal dalam penyelidikan beberapa kasus,” kata Askhalani menjawab Independen usai diperiksa tim Kejagung.

Selain itu, pemeriksaan juga terkait soal kasus mark up harga tanah pembangunan terminal mobil barang di Aceh Besar dan kasus pengadaan tanah di Desa Blang Panyang, Kota Lhokseumawe dengan indikasi kerugian negara mencapai miliaran rupiah.

Kasus tersebut, kata Askhalani, sempat dihentikan penyelidikannya karena Kejati tidak menemukan indikasi korupsi dalam kasus pengadaan terminal tersebut. Namun, pengusutan kasus tersebut kabarnya akan dilanjuti oleh kejaksaan.

“Dalam perbincangan setelah diperiksa tim Kejagung, besar kemungkinan kasus tersebut akan diselidiki ulang. Itu disebut langsung Jaksa Muda Pengawas Kejagung Iskamto,” ungkap Askhalani yang turut didampingi Alfian.

GeRAK Aceh dan MaTA, tidak mengetahui jelas, kenapa Kejati Aceh yang menangani kasus pengadaan tanah terminal mobil barang di Aceh Besar dan Kejari Lhokseumawe yang menangani kasus pengadaan tanah di Desa Blang Panyang Lhokseumawe mengatakan tidak ada indikasi korupsi.

“Mereka hanya menyebutkan kejaksaan tidak menemukan indikasi korupsi dalam dua kasus itu. Padahal, jika dilihat dengan jujur, jelas dalam dua kegiatan tersebut, kuat dugaan terjadi tindak pidana korupsi dengan fakta-fakta yang ada,” tandas Askhalani.

Investigasi GeRak terhadap kasus terminal, lanjut dia, ditemukan bukti bahwa pembebasan tanah seluas dua hektare yang dilakukan Pemkab Aceh Besar dan Pemko Banda Aceh, dengan sumber dana BRR Aceh-Nias, itu diduga kuat terjadi penyimpangan soal harga tanah.

Berdasarkan bukti pencairan dana dari KPKN Khusus Banda Aceh, harga tanah tersebut tanggal 6 Desember 2007 tertera dalam surat perintah membayar (SPM) Rp 14,499 miliar atau Rp700 ribu per meter persegi, sebelum dipotong pajak.

Sementara, tanah di lokasi pembangunan proyek lembaga pemasyarakatan dan Rutan Banda Aceh seluas 7,4 hektare hanya dibayarkan Rp142.500 per meter persegi dengan total Rp10,547 miliar. “Padahal, tanah kedua bangunan itu berdekatan, terpaut beberapa ratus meter,” urai Askhalani.

Sementara itu, Alfian mengatakan, Pemko Lhokseumawe membebaskan 50 hektare tanah di Desa Blang Panyang, Kecamatan Muara Satu dan Kecamatan Muara Dua untuk pembangunan kantor pemerintahan. Anggaran pembebasannya dipatok Rp30.000 per meter.

“Total anggaran pembebasan Rp15 miliar bersumber dari APBK. Di Desa Blang Panyang pembebasan tanah seluas 20 Ha mencapai Rp6 miliar, sisanya 30 Ha di Desa Kandang Kecamatan Muara Dua, namun belum dibebaskan,” ujar Alfian.

Berdasar hasil monitoring MaTA, kata Dia, tanah di Desa Blang Panyang hanya dihargai Rp10.000 per meter. Sedang pertanggungjawabannya ke kas negara Rp20.000 per meter. Jadi, totalnya hanya menghabiskan Rp2 miliar. Sementara, dipertanggungjawabkan Rp6 miliar.

Kepala Seksi Humas dan Penerangan Hukum Kejati NAD Ali Rasab Lubis enggan mengomentari banyak tentang pemeriksaan tersebut. Begitu juga ketika ditanyai soal penghentian dua kasus tersebut terindikasi suap, Ali langsung membantahnya.

“Dari mana kalian dapat informasi ada suap,” kata Ali sembari mengarahkan pertanyakan suap tersebut langsung ditanyai sumber informasinya.

Menyangkut pemeriksaan tersebut, Ali berdalih hal itu hanya rutinitas, guna memperbaiki kinerja Kejati dalam mengungkap kasus korupsi. Demikian pula dengan pemeriksaan kedua aktivis tersebut. “Mereka yang melaporkan kedua kasus tersebut,” ujar dia. [arman konadi]


Read More......

Granat Nyaris Hancurkan Kantor PA

* Bom Rakitan Tersimpan di Semak-semak

LHOKSEUMAWE- Sebuah granat jenis nenas urung meledak di kantor Ranting Partai Aceh, Gampong Keude Aceh, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe. Bahan peledak tersebut dilempar oleh orang tak dikenal saat listrik mati, Selasa (3/2) malam.



Menurut Ketua Ranting PA Keude Aceh Tgk.Darmawan, kepada koran ini menceritakan kronologisnya. Pada saat itu, seperti biasanya beberapa warga dan pengurus partai sedang ngobrol-ngobrol diteras depan kantor partai, sekitar lima orang.

Sekitar pukul 11.30 Wib, tiba-tiba PLN memadamkan listrik. Namun saat itulah ada seperti benda yang dilempar orang, mengenai kaki salah seorang dari mereka.

Merasa terkejut, saksi lalu mengambil hp dan menyinarkan cahaya ponsel itu ke arah bawah. Ternyata sebuah granat jenis nenas sudah ada di kaki mereka. Anehnya, lampu pun kembali hidup seperti semula dan kejadian ini selanjutnya dilaporkan ke Polsek Banda Sakti.

Tak lama kemudian, aparat bersama penjinak bom dari Kompi 4 Brimob Jeulikat. Granat yang urung meledak itupun dibawa ke markas Brimob Jeulikat untuk diamankan.

Menurut Tgk.Darmawan lagi, pada saat pelemparan granat itu, suasana agak sunyi. Serta tidak dilewati kendaraan. Diperkirakan oleh dirinya, granat itu dilempar bukan dengan mengendarai kendaraan, namun orang yang berjalan.

“Karena pada saat benda itu jatuh, ada seseorang orang yang lewat di jalan dengan berjalan kaki dari arah utara ke arah barat jalan. Karena sedang mati lampu, tidak begitu jelas bagaimana ciri-ciri orangnya,” terang Tgk.Darmawan lagi.

Kapolres Lhokseumawe AKBP Zulkifli melalui Kapolsek Banda Sakti Iptu Adi Sofyan membenarkan pihaknya sudah turun ke lapangan dan telah diamankan granat itu oleh tim Jibom Brimob Kompi 4 Jeulikat. Serta pada Rabu pagi, granat itu telah di disposal (musnahkan) pada kawasan kompi 4.

Bom Rakitan
Warga Gampong Kuala Simpang Ulim, Kecamatan Sumpang Ulim, Aceh Timur kembali dihebohkan dengan penemuan 2 unit bom rakitan sisa konflik. Benda ini dijumpai oleh warga sedang mencari kayu bakar ke semak-semak.
Kapolres Aceh Timur, AKBP. Drs. Ridwan Usman kepada Metro Aceh di ruang kerjanya mengatakan, dua unit bom rakitan yang memiliki berat 2 Kg itu ditemukan pada Selasa (3/3) sekira pukul 10.00 Wib oleh warga
setempat.

Selanjutnya keberadaan bom yang masih aktif dan berdaya ledak tinggi itu langsung dilaporkan ke Pol Airut Simpang Ulim oleh warga.

“Selanjutnya, bom rakitan itu diserahkan ke Mapolres Aceh Timur ini untuk diamankan,” sebut Ridwan.

Menurut Ridwan, bom rakitan tersebut adalah sisa peninggalan masa konflik yang tidak diketahui lagi keberadaannya oleh pihak bersangkutan. “Bom ini ditemukan oleh warga di semak-semak dekat gampong Kuala Simpang Ulim,” sebut Ridwan lagi.

Dia menjelaskan, kronologis penemuan bom rakitan itu berawal dari informasi masyarakat. Saat itu masyarakat Kuala Simpang Ulim melihat adanya dua bom yang terletak dipinggiran jalan desa dan dikelilingi
semak-semak.

Melihat hal itu warga menjadi curiga, karena bentuknya yang aneh serta menyerupai bom. Dan selain itu pada ujung bom itu juga terdapat wayer, langsung melaporkan temuan itu kepada aparat keamanan setempat.

Kapolres menyebutkan, adanya laporan masyarakat terhadap penemuan sejumlah benda yang mencurigakan, serta dianggap membahayakan masyarakat, membuktikan sudah terjalinnya komunikasi yang baik antara polisi dan masyarakat. Pun demikian pihaknya juga mengharapkan adanya laporan-laporan lain terhadap berbagai pelaku tindak kriminal maupun kejahatan lainnya, sehingga kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan baik, lancar, aman dan sejahtera.

“Kita sangat berterima kasih kepada masyarakat yang telah mau melaporkan dan memberitahukan polisi jika melihat, menemukan atau mengetahui benda-benda seperti bom yang dapat membahayakan warga, selain itu kita juga mengimbau agar warga juga dapat terus
memberikan informasi terhadap berbagai pelaku kejahatan maupun criminal di Aceh Timur,” demikian Ridwan Usman.


Jalan Kebun Dipasang Bom
Warga asal Gampong Beuringen, Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara, menemukan bom rakitan peninggalan masa konflik di sekitar jalan kebun masyarakat, Selasa (3/3) sekira pukul 18.00 WIB.

Danki Brimob Kompi-4 NAD, AKP Ian Riskian, melalui Wadanki Ipda Usman,SE, kepada wartawan koran ini, Rabu (4/3), mengatakan, bom rakitan peninggalan masa konflik Aceh ini ditemukan oleh salah seorang warga yang hendak ke kebun. Kemudian, melihat benda aneh dan dicurigai sebagai bahan peledak atau bom rakitan, sehingga warga itu melaporkan ke Mapolsek Meurah Mulia untuk ditindak lanjuti.

Selanjutnya, Kapolsek setempat langsung melakukan croscek ke lapangan untuk memastikan laporan masyarakat tersebut. Ternyata benar bom rakitan yang terbuat dari pipa besi sudah disemen tergeletak di semak-semak sekitar jalan menuju kebun warga.

“Sekitar 30 menit setelah penemuan bom rakitan dengan daya ledak radius 100 meter tersebut, Kapolsek baru menginformasikan kepada kami untuk melakukan penjinakan bom. Akan tetapi karena sudah menjelang malam hari, tidak memungkinan turun ke lokasi kejadian perkara (TKP),”ucap Ipda Usman.

Namun, pagi kemarin pukul 07.00 WIB bom rakitan tersebut sudah dijinakan oleh tim Jibom dari Brimob Kompi-4 NAD yang turun ke lapangan. Bahkan, bom aktif itu dengan beratnya 30 kilogram, panjang 50 cm dan 15 diameter juga sudah diledakan atau disposal di kawasan

Kompi setempat
Lanjut dia, temuan bom ini rakitan masih aktif itu di Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara merupakan yang ketiga kali setelah sebelumnya juga ditemukan bom di Kecamatan Tanah Jamboe Aye dan Kecamatan Lhoksukon.
Untuk itu Ipda Usman meminta kepada seluruh masyarakat di Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, agar dapat segera melaporkan kepada pihaknya jika menemukan bom rakitan di tempat tinggal masing-masing. (arm/dai/lis)



Read More......

Hentikan Kasus Mobar dan Blang Panyang, Pejabat Kejati Aceh Diperiksa Kejakgung

Banda Aceh | Harian Aceh--Sejumlahpejabat Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Rabu (4/3), diperiksa tim pengawas dari Kejaksaan Agung (Kejakgung) RI. Pemeriksaan itu ditengarai terkait penghentian penyelidikan beberapa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di Aceh.

Tim Kejakgung memeriksa secara perorangan pejabat Kejati Aceh, mulai dari tingkat kepala hingga kepala seksi, termasuk Kajati Yafitzham SH, Asintel M Adam, dan Kajari Lhokseumawe Tomo SH. Sementara koordinator GeRAK Aceh dan MaTa ikut dimintai keterangan terkait indikasi korupsi yang mereka laporkan.



Kajati Yafitzham dan Asintel M Adam disebut-sebut diperiksa terkait pemberhentian penyelidikan kasus pengadaan lahan Terminal Mobil Barang (Mobar) di Desa Santan, Ingin Jaya, Aceh Besar. Sementara Kajari Tomo diperiksa terkait pemberhentian kasus pengadaan tanah pembangunan rumah sakit bantuan Korea di Blang Panyang, Lhoksmawe.

Askhalni dan Rahmat dari GeRAK serta Alfian dari MaTa dipanggil terkait temuan kedua LSM itu terhadap kedua kasus yang diberhentikan pihak penyidik kejaksaan di Aceh. Sedangkan pemeriksaan seluruh kepala seksi (Kasi) dan asisten lainnya merupakan pemeriksaan rutin setiap tahunnya.

Tim pengawas Kejakgung yang diturunkan ke Aceh itu diketuai Iskamto SH. Dia dimpingi empat anggotanya, yakni Rahmat Priono, Rahmat Riono, M Abdu Amasta, dan Fajar.

Alfian, Koordinator MaTa, mengatakan surat panggilan kepadanya dilayangkan Jamwas Kejakgung beberapa hari lalu. Kedatangannya ke Kejati Aceh sebatas saksi dengan tidak menentukan jenis kasusnya. Dia mengaku menjalani pemeriksaan pukul 09.00-12.00 WIB. “Saya dicerca 12 pertanyaan terkait kasus Blang Panyang yang penyelidikannya telah dihentikan oleh Kejari Lhokseumawe,” katanya.

Menurut pihaknya, sebut Alfian, telah terjadi korupsi dalam kasus Blang Panyang, sesuai barang bukti baru yang ditemukan. “Tapi kasus itu dihentikan oleh Kejari. Laporan kami itu ternyata mendapat respon dari Kejakgung,” jelasnya.

Karena dikhawatirkan adanya permainan suap-menyuap dalam kasus itu, lanjut Alfian, maka Kajari Tomo juga diperiksa oleh tim pengawas. “Tim itu juga memeriksa kinerja Kejati Aceh atas sejumlah kasus yang sudah diusut dan kasus yang berhenti begitu saja seperti PT NAA dan beberapa kasus lainnya,” sebutnya.

Hal senada disampaikan Pjs Koordinator GeRAK Aceh Askhalani. Kata dia, pemanggilannya menghadap tim pengawas Kejakgung hanya sebagai saksi. Meski tidak disebutkan saksi dalam kasus tertentu, namun dari 12 pertanyaan yang diajukan keselurahannya menyangkut kasus pengadaan lahan Terminal Mobar di Desa Santan, Aceh Besar.

”Mereka meminta keterangan atas temuan korupsi yang kami laporkan itu. Pasalnya, Kejati Aceh telah menghentikan penyelidikan dengan alasan tidak ditemukan indikasi korupsi. Mungkin keterangan dari kami sebagai data tambahan untuk pemeriksaan Yafitzham dan M Adam atas pemberhentian kasus itu,” katanya usai diperiksa empat jam bersama rekannya Rahmat, Sekretaris Eksekutif GeRAK.

Pengurus LSM Antikorupsi itu menyebutkan, komitmen Kejakgung RI dalam memberantas korupsi khususnya di Aceh sangat tinggi. Hal itu terlihat dari kedatangannya dalam inspeksi kinerja Kejati Aceh tersebut dengan memeriksa hingga tingkat Kajati.

”Mereka sebenarnya menilai ada sesuatu di balik penghentian kedua kasus tersebut, sehingga memanggil kami sebagai pelapor kasus. Dari pernyataan-pernyataan mereka, sangat patut diperiksa Kajati Aceh dan Asintelnya untuk kasus Mobar, serta Kajari Lhoksmawe untuk kasus Blang Panyang,” sambung Rahmat.

Namun pernyataan kedua LSM tersebut dibantah Kasi Penkum Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis. Menurut Rasab, pemeriksaan oleh tim pengawas Kejakgung itu sebatas inspeksi umum dan dilaksanakan setiap tahun. ”Apa saja yang disampaikan di luar, silakan saja. Yang jelas, inspeksi iniadalah inspeksi umum keseluruhan,” katanya saat dihubungi, kemarin.

Menyangkut pemanggilan koordinator GeRAK dan MaTa Aceh, Rasab mengatakan hal itu biasa dan tidak ada kaitan dengan inspeksi tersebut. ”Itu saja. Apa yang mereka bilang, ya kata mereka, bukan saya yang katakan,” pungkasnya.(min)



Read More......

04 Maret 2009

APBA 2009 bakal Jadi Temuan Pelanggaran

* Bisa Terkena Sanksi Pembatalan

Serambi Indonesia

JAKARTA - Qanun tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2009 bakal menjadi bahan temuan pelanggaran keuangan apabila isinya tidak diperbaiki saat disahkan, sebagaimana daftar koreksi dan evaluasi yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kepada DPRA dan Gubernur Aceh.


Hasil evaluasi dan koreksi tersebut menjadi salah satu parameter mendasar bagi auditor saat memeriksa anggaran keuangan, termasuk dari Pemerintah Aceh. Juru Bicara Departemen Dalam Negeri (Jubir Depdagri) Saut Situmorang menyatakan hal itu menjawab Serambi di Jakarta, Selasa (3/3), sehubungan dengan telah disahkannya Rancangn Qanun (Raqan) APBA 2009 menjadi qanun oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akhir bulan lalu.

Menurutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib menindaklanjuti/mematuhi seluruh hasil koreksi dan evaluasi Mendagri terhadap rancangan APBD dalam rangka pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini.

“Kalau tidak direspons, maka qanun tersebut akan menjadi objek pemeriksaan dan temuan pelanggaran dalam tata kelola keuangan- negara yang baik,” tukas Saut Situmorang.

Pengesahan Qanun APBA 2009 itu menuai kontroversi, karena belum diperbaiki sesuai hasil koreksi dan evaluasi Mendagri, tapi sudah disahkan oleh Pimpinan DPRA.

Rancangan APBA itu diterima Depdagri 3 Februari 2009 dan telah selesai dievaluasi pada 19 Februari 2009 dengan Nomor: 903-143 Tahun 2009.

Bisa dibatalkan

Berbagai kalangan, terutama aktivis Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, menyebutkan bahwa pengesahan APBA 2009 tersebut cacat hukum dan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya Pasal 235 ayat (5) Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengharuskan evaluasi pemerintah pusat terhadap rancangan qanun sebelum disahkan DPRA dan Gubernur Aceh.

Peraturan lainnya, yakni Qanun Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 107 ayat (7) memerintahkan Pimpinan DPRA dan Gubernur Aceh melakukan penyempurnaan sesuai hasil evaluasi Mendagri. Sanksi pembatalan oleh Mendagri dapat dilakukan terhadap APBA 2009, apabila tidak dilakukan perbaikan sebagaimana hasil evaluasi. Ketentuan ini termuat pada Pasal 187 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2008.

Saut Situmorang menjelaskan, ada empat jenis rancangan peraturan daerah (ranperda/raqan) yang harus dievaluasi Mendagri sebelum disahkan menjadi perda/qanun. Yakni, Ranperda tentang APBD (APBA), Ranperda tentang Pajak Daerah, Ranperda tentang Retribusi Daerah, dan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. Sedangkan rancangan perda/qanun di luar yang empat jenis tersebut, evaluasinya justru dilakukan setelah disahkan bersama oleh pimpinan eksekutif dan legislatif.

Evaluasi diperlukan, menurut Saut, untuk menjaga konsistensi (taat asas) antara perda/qanun atau keputusan kepala daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. “Kalau ada regulasi yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, diminta untuk diperbaiki atau terpaksa dibatalkan,” tukas Saut.

Alasan lainnya adalah untuk menjaga kesesuaian substansi materi yang diatur dalam perda/qanun atau keputusan kepala daerah dengan kepentingan masyarakat luas. “Dan pemerintah daerah wajib menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut,” imbuh Saut Situmorang. (fik)



Read More......

APBA 2009 bakal Jadi Temuan Pelanggaran

* Bisa Terkena Sanksi Pembatalan

Serambi Indonesia

JAKARTA - Qanun tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2009 bakal menjadi bahan temuan pelanggaran keuangan apabila isinya tidak diperbaiki saat disahkan, sebagaimana daftar koreksi dan evaluasi yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kepada DPRA dan Gubernur Aceh. Hasil evaluasi dan koreksi tersebut menjadi salah satu parameter mendasar bagi auditor saat memeriksa anggaran keuangan, termasuk dari Pemerintah Aceh. Juru Bicara Departemen Dalam Negeri (Jubir Depdagri) Saut Situmorang menyatakan hal itu menjawab Serambi di Jakarta, Selasa (3/3), sehubungan dengan telah disahkannya Rancangn Qanun (Raqan) APBA 2009 menjadi qanun oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akhir bulan lalu.

Menurutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib menindaklanjuti/mematuhi seluruh hasil koreksi dan evaluasi Mendagri terhadap rancangan APBD dalam rangka pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini.

“Kalau tidak direspons, maka qanun tersebut akan menjadi objek pemeriksaan dan temuan pelanggaran dalam tata kelola keuangan- negara yang baik,” tukas Saut Situmorang.

Pengesahan Qanun APBA 2009 itu menuai kontroversi, karena belum diperbaiki sesuai hasil koreksi dan evaluasi Mendagri, tapi sudah disahkan oleh Pimpinan DPRA.

Rancangan APBA itu diterima Depdagri 3 Februari 2009 dan telah selesai dievaluasi pada 19 Februari 2009 dengan Nomor: 903-143 Tahun 2009.

Bisa dibatalkan

Berbagai kalangan, terutama aktivis Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, menyebutkan bahwa pengesahan APBA 2009 tersebut cacat hukum dan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya Pasal 235 ayat (5) Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengharuskan evaluasi pemerintah pusat terhadap rancangan qanun sebelum disahkan DPRA dan Gubernur Aceh.

Peraturan lainnya, yakni Qanun Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 107 ayat (7) memerintahkan Pimpinan DPRA dan Gubernur Aceh melakukan penyempurnaan sesuai hasil evaluasi Mendagri. Sanksi pembatalan oleh Mendagri dapat dilakukan terhadap APBA 2009, apabila tidak dilakukan perbaikan sebagaimana hasil evaluasi. Ketentuan ini termuat pada Pasal 187 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2008.

Saut Situmorang menjelaskan, ada empat jenis rancangan peraturan daerah (ranperda/raqan) yang harus dievaluasi Mendagri sebelum disahkan menjadi perda/qanun. Yakni, Ranperda tentang APBD (APBA), Ranperda tentang Pajak Daerah, Ranperda tentang Retribusi Daerah, dan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. Sedangkan rancangan perda/qanun di luar yang empat jenis tersebut, evaluasinya justru dilakukan setelah disahkan bersama oleh pimpinan eksekutif dan legislatif.

Evaluasi diperlukan, menurut Saut, untuk menjaga konsistensi (taat asas) antara perda/qanun atau keputusan kepala daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. “Kalau ada regulasi yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, diminta untuk diperbaiki atau terpaksa dibatalkan,” tukas Saut.

Alasan lainnya adalah untuk menjaga kesesuaian substansi materi yang diatur dalam perda/qanun atau keputusan kepala daerah dengan kepentingan masyarakat luas. “Dan pemerintah daerah wajib menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut,” imbuh Saut Situmorang. (fik)

Read More......

Aparat Sapu Bersih Atribut PA

Simpang Kramat | Harian Aceh—Anggota Koramil Simpang Kramat dilaporkan menurunkan secara paksa ratusan lembaran bendera dan umbul-umbul Partai Aceh di Kecamatan Simpang Kramat, Aceh Utara, Senin (2/3) malam. Aksi tersebut disaksikan langsung sejumlah warga setempat. Bahkan, Ketua Partai Aceh Sagoe Simpang Kramat, M. Dahlan sempat merekam aksi anggota Koramil melalui kamera handphone-nya.


Informasi dihimpun Harian Aceh menyebutkan, anggota Koramil Simpang Kramat memulai aksinya di kawasan Desa Paya Teungoh, yang terpaut hanya beberapa puluh meter dari Makoramil setempat, Senin sekitar 19.00-20.00 WIB. Setelah itu anggota Koramil melanjutkan penurunan bendera Partai Aceh di kawasan Keude Simpang Puet, ibukota Kecamatan Simpang Kramat, sekitar 700 meter dari Makoramil itu, sekitar pukul 20.30-21.25 WIB.

“Ada enam anggota Koramil Simpang Kramat bersenjata lengkap menurunkan ratusan bendera dan umbul-umbul PA di Desa Paya Teungoh dan Keude Simpang Peut. Bendera dan umbul-umbul PA dicabut paksa, lalu dimasukkan ke karung, tiangnya dicampakkan begitu saja di pinggir jalan,” kata M. Dahlan alias Maklan, 26, Ketua Partai Aceh Sagoe Simpang Kramat, saat ditemui di Keude Simpang Puet, Senin malam.

Menurut Maklan, keenam anggota Koramil itu adalah Sertu Charles, Sertu Sulpari, Koptu Suryanto, Pratu Zainal, Pratu Taslim, dan Pratu Junari. “Saat saya tanyakan kepada mereka perintah siapa menurunkan bendera partai kami, mereka bilang perintah komandannya. Disaksikan masyarakat ramai, sempat terjadi adu mulut antara saya dengan anggota Koramil itu. Salah seorang anggota Koramil mengancam menembak saya,” kata mantan kombatan ini.

Setelah sempat beristirahat selama dua jam, lanjut Maklan, ternyata enam anggota Koramil itu kembali beraksi. Kali ini, kata dia, anggota TNI itu menumbangkan sebuah pamplet Partai Aceh di bibir jalan Desa Paya Teungoh. “Pamplet partai kami dipotong, lalu dicampakkan di antara dua bangunan di desa itu,” kata Maklan.

Maklan mengaku sudah melaporkan kejadian tersebut kepada Ketua DPW Partai Aceh Kabupaten Aceh Utara. Kasus tersebut, kata dia, juga akan dilaporkan secara resmi kepada Panwaslu Aceh Utara dengan melampirkan sejumlah barang bukti. “Saksi cukup banyak, karena aksi anggota Koramil itu berlangsung di depan masyarakat. Selain itu, saya berhasil mengabadikan melalui kamera Hp saat anggota Koramil itu menurunkan paksa bendera partai kami,” katanya.

Pesimis dengan TNI

Juru bicara Partai Aceh Kabupaten Aceh Utara, Dedy Safrizal dalam konferensi pers di Lhokseumawe, Selasa (3/3) mengatakan pihaknya sudah pesimis dengan TNI khususnya di Aceh Utara. “Karena penurunan atribut Partai Aceh di Aceh Utara selalu dilakukan oleh anggota TNI, kita sanggup membuktikan. Dulu, di Kecamatan Nisam, pamplet Partai Aceh diturunkan oleh anggota TNI, kemudian di Samakurok Kecamatan Tanah Jambo Aye, sekarang giliran di Simpang Kramat,” katanya.

Menurut dia, pihaknya meminta Gubernur Irawndi Yusuf atas nama Pemerintah Aceh segera menyurati pemerintah pusat untuk membuka mata dan melihat langsung kondisi di Aceh Utara sekarang ini. Partai Aceh sebagai salah satu parlok peserta Pemilu 2009, katanya, selalu diintimidasi, diancam, dan dianiaya, tetapi tetap bersabar karena komit dengan perdamaian Aceh.

“Dulu selalu disebut OTK yang melakukan aksi, sekarang sudah terbukti, anggota TNI tertangkap basah merusak atribut Partai Aceh. Kita ingin melihat adanya penegakan hukum terhadap tindakan anggota TNI yang secara sengaja melanggar aturan. Mereka yang menegakkan hukum justru mempertontonkan aksi pelanggaran di lapangan, padahal mereka selalu bilang bersikap netral,” kata Dedy Safrizal.

Tampaknya, kata Dedy Safrizal, anggota TNI sengaja memancing aktivis Partai Aceh untuk meladeni tindakan kriminal yang semakin meluas ke berbagai daerah. “Tapi percayalah, kami tidak akan pernah terpancing dengan tindakan-tindakan yang berupaya merusak perdamaian,” kata Dedy yang mengaku bahwa kasus di Simpang Kramat sudah dilaporkan secara resmi kepada Panwaslu.

Juru Bicara Pusat Penguatan Perdamaian Aceh (PPP), Zulkifli alias Dolly meminta TNI untuk menghargai perdamaian Aceh. Dolly berharap agar tindakan intimidasi terhadap parpol seperti yang terjadi di Simpang Kramat tidak terulang lagi. Apalagi aksi anggota TNI itu sempat disaksikan oleh masyarakat. Mereka harus menghargai Partai Aceh yang merupakan partai legal. Tidak boleh lagi melakukan tindakan kriminal seperti itu,” kata dia.

Aksi anggota Koramil di Simpang Kramat, kata Dolly, dapat memicu konflik baru sehingga membuat masyarakat trauma. “Aksi seperti itu, seakan-akan Aceh sudah kembali seperti masa darurat militer. Warga akan menilai berarti suasana di Aceh belum kondusif. Kita sesalkan sikap anggota TNI yang terlalu arogan, apalagi mereka tahu hukum tapi melanggar peraturan yang berlaku,” kata mantan representatif GAM untuk Kantor AMM Perwakilan Aceh Utara dan Lhokseumawe ini.(irs)



Read More......

Paskah Tuntut Masterplan

* Finishing harus Dilakukan Secepatnya
rakyat aceh

BANDA ACEH-Menteri PPN/Ketua Bapenas Paskah Suzeta, meminta Pemerintah Aceh segera menyusun masterplan keberlanjutan rehabilitasi dan rekontruksi (rehab-rekon) Aceh untuk lima tahun mendatang, hal itu terkait dengan berakhirnya mandat BRR pada April 2009.

Permintaan itu dikatakan Paskah Selasa (3/3), saat meninjau sejumlah infrastruktur bersama, Gubernur NAD, Irwandi Yusuf dan jajaran Pemerintah Aceh seperti Rumah Sakit Zainal Abidin (RSUZA) yang baru, Pelabuhan Feri Ule Lheu dan Sekolah Menegah Kejuruan SMK 1- 3 Banda Aceh.



Paskah menyatakan, kunjungan ke Aceh adalah untuk melihat pembangunan infrasutuktur yang membutuhkan biaya pemeliharaan besar, seperti kesehatan, pendidikan dan perekonomian. Ia menjelaskan, berdasarkan peraturan pemerintah nomor tiga, proses rehab rekon setetah masa tugas BRR dilakukan oleh BKRA, selain melanjutkan pembangunan, Pemerintah Aceh juga harus memikirkan dan memperhatikan asset agar terpelihara dengan baik.

Yang harus diperhatikan setelah BRR berakhir jelas Paskah adalah mengevaluasi dan merawat sejumlah infrastuktur perekonomian seperti pelabuhan, bandara maupun masalah pendidikan dan kesehatan.

”Total asset di Aceh Rp 40 triliun, tentunya memerlukan biaya empat sampai lima persen per tahun untuk pemeliharaan (sekira Rp 2 triliun, red). Biaya pemiliharaan asset harus dialokasikan, dan harus dicari dari pendanaan yang sah baik dari APBN maupun APBD,” jelasnya.

Paskah menuturkan, Pemerintah NAD harus mempercepat pembuatan serta penyusunan master plan untuk tahun 2010 baik secara jangka panjang maupun jangka pendek.

Ia menyatakan, Aceh harus dibangun oleh orang Aceh sendiri, tidak boleh terus mengandalkan bantuan dari Pemerintah pusat (melalui Ad Hoc), namun tidak cukup hanya empat tahun untuk memulihkan kondisi seperti semula, butuh sepuluh tahun agar lebih sempurna.

Pembuatan master plan pada bulan Maret dan April harus segera dilakukan, karena untuk memperjelas keberlanjutan proses rehab-rekon di Aceh guna dipersipakan untuk ytahun 2010. Sebelum musrembang nasional master plan telah dipersipakan.

Menyangkut percepatan pembangunan Aceh, Paskah menyatakan akan membantu semaksimal mungkin dan menyampaikannya saat musrembang tingkat nasional berlangsung.

Paskah juga meminta BRR sebelum mandatnya berakhir harus menyelesaikan sejumlah pembangunan dan program yang belum selesai serta proses administrasi terhadap proyek yang telah dibangun di NAD-Nias. ” Pekerjaan yang belum selesaikan harus diselesaikan dan proses finishing harus dilakukan secepatnya,” pinta Paskah. (slm)



Read More......

03 Maret 2009

Pengesahan APBA 2009 Dinilai Cacat Hukum

Serambi Indonesia

BANDA ACEH - Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2009 senilai Rp 9,7 triliun yang telah disahkan Pimpinan DPR Aceh, Selasa (24/2) malam, dinilai cacat hukum. Sebab, pengesahan anggaran dilakukan tanpa lebih dulu memperbaiki catatan (koreksi dan evaluasi) dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terhadap RAPBA tersebut.


Penilaian bahwa model pengesahan yang demikian itu cacat hukum, dilontarkan Abdullah Abdul Muthaleb, Manajer Monitoring Parlemen pada LSM Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Senin (2/3). Kepada Serambi, Abdullah mengaku telah menyimak dengan saksama apa yang diutarakan dua anggota DPRA, yakni Abdurrahman Ahmad dari Fraksi PBR dan T Surya Darma dari Fraksi PKS, bahwa APBA 2009 itu disahkan Pimpinan DPRA dalam sidang paripurna sebelum diperbaiki. Padahal, dalam daftar koreksi dan evaluasinya, Mendagri menghendaki RAPBA 2009 itu harus diperbaiki/dirasionalkan lebih dulu sebelum disahkan.

Sementara itu, dua pakar dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Dr Mawardi Ismail dan Dr Faisal A Rani menyatakan, berdasarkan aturan yang berlaku, pengesahan RAPBA menjadi Qanun APBA baru bisa dilakukan setelah koreksi/evaluasi Mendagri terhadap RAPBA diikuti. “Tapi cacat hukum atau tidaknya sebuah produk hukum (qanun), haruslah melalui proses hukum dan ada putusan tetap dari pengadilan,” tukas Mawardi Ismail.

Tak ikuti ketentuan

Abdullah Abdul Muthaleb dari GeRAK Aceh justru menilai bahwa pengesahan APBA tahun ini tidak memenuhi ketentuan hukum yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU ini, menurut Abdullah, seharusnya menjadi pedoman bagi Pemerintahan Aceh (DPRA dan Gubernur) untuk menjalankan roda pemerintahan.

Pada Pasal 235 ayat (5) UUPA disebutkan bahwa sebelum disetujui bersama antara Gubernur dan DPRA serta bupati/walikota dan DPRK, maka pemerintah mengevaluasi Rancangan Qanun (Raqan) tentang APBA, sedangkan Gubernur mengevaluasi Raqan APBK (kabupaten/kota).

Pada ayat (6) disebutkan, hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat mengikat gubernur dan bupati/walikota untuk dilaksanakan.

Selain itu, kata Abdullah, pada Pasal 107 ayat (7) Qanun Nomor 1 Tahun 2008 ditegaskan bahwa sebelum pembicaraan tingkat keempat dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan (6), maka Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) bersama Panitia Anggaran (Panggar) DPRA melakukan penyempurnaan sesuai dengan hasil evaluasi Mendagri.

Penegasan serupa, ungkap Abdullah, juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bagian IV, yakni mengenai Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran RAPBD pada Pasal 47 ayat (5) dan (6).

Selain itu, dalam Pasal 187 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa jika hasil evaluasi Mendagri itu tidak diperbaiki oleh DPRD (dalam hal ini DPRA) dan Gubernur, maka Mendagri bisa membatalkan APBA 2009 yang telah disetujui dan disahkan DPRA. “Kalau ini terjadi, maka Pemerintah Aceh harus melaksanakan APBA tahun sebelumnya,” timpal Abdullah.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRA Bidang Anggaran, Tgk Waisul Qarany Ali mengatakan, pengesahan APBA 2009 dan penutupan Sidang Paripurna APBA 2009 pada Selasa (24/2) malam itu dimaksudkan hanya untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan APBA 200. Sedangkan perbaikan terhadap koreksi Mendagri itu tetap dilakukan, namun belakangan.

Apa yang dilakkan DPRA itu, menurut Abdullah, membuktikan bahwa DPRA tidak taat terhadap aturan yang telah dibuatnya bersama Gubernur, yakni Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh. Selain itu, Pimpinan DPRA yang mengesahkan APBA 2009 itu telah melanggar UUPA yang merupakan pedoman pelaksanaan pemerintahan di Aceh.

“Kalau demikian kejadiannya, bagaimana mungkin DPRA bersama Gubernur ingin menciptakan pemerintahan yang bersih dan baik. Tuh lihat bukti konkretnya, aturan yang dibuat bersama, justru dilanggar,” rutuk Abdullah.

Menurut Abdullah, jika hasil evaluasi dan koreksi Mendagri itu tidak diperbaiki Panggar DPRA bersama TAPA, maka dana senilai Rp 2,5 triliun yang dipersoalkan Mendagri di dalam RAPBA 2009 itu bisa saja disalahgunakan setelah pengesahan anggaran.

Sehubungan dengan masalah itu, GeRAK, menurut Abdullah, akan melaporkan peristiwa tersebut kepada Mendagri untuk dijadikan masukan dan dasar pengambilan kebijakan selanjutnya.

Harusnya diperbaiki

Pakar hukum dari Unsyiah, Dr Mawardi Ismail dan Dr Faisal A Rani yang diminta Serambi tanggapannya di tempat terpisah mengatakan, sebelum DPRA mengesahkan Raqan APBA 2009 menjadi Qanun APBA 2009, hasil evaluasi Mendagri terhadap APBA 2009 itu, seharusnya diperbaiki lebih dulu. Hal itu diatur dalam Pasal 235 ayat 5) dan (6) UUPA serta Pasal 107 ayat (7) Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh.

Koreksi Mendagri itu perlu duluan dilaksanakan, baru Raqan APBA 2009 disahkan, menurut Mawardi, bertujuan supaya kegiatan yang dilaksanakan dalam APBA 2009 nanti sama dengan apa yang disahkan DPRA dan ditandatangani Gubernur dalam lembaran daerah.

Di sisi lain, Faisal A Rani mengingatkan bahwa UUPA memberikan kelebihan kepada DPRA. Tapi kenapa dewan tidak menggunakan kelebihannya itu. “Untuk masalah ini sebaiknya kita kembalikan ke dewan,” kata Faisal A Rani.

Menurut Mawardi, karena Raqan APBA 2009 telah telanjur disahkan, maka lampiran APBA yang dikoreksi Mendagri itu harus segera diperbaiki supaya tidak menjadi masalah hukum di kemudian hari.

Menanggapi pendapat segelintir orang bahwa pengesahan APBA 2009 itu cacat hukum, Mawardi menyatakan itu sah-sah saja disampaikan orang bersangkutan. Tapi untuk mengetahui, cacat hukum atau tidak sebuah produk hukum (qanun), haruslah melalui proses hukum dan adanya putusan tetap dari pengadilan. “Jadi, bukan dari pendapat yang dilontarkan oleh pihak yang tidak berwenang menyatakan hal itu,” tukasnya. (her)



Read More......

Kasus Deposito APBK Aceh Utara Rp420 Miliar, Sekda Diperiksa Delapan Jam

Banda Aceh | Harian Aceh—Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Senin (2/3), memeriksa Sekda Aceh Utara Drs Syahbuddin Usman selama delapan jam. Pemeriksaan itu terkait indikasi korupsi dalam kasus deposito APBK Aceh Utara senilai Rp420 miliar. Namun pihak jaksa berupaya menutup-nutupi pemeriksaan tersebut kepada pers.


Syahbuddin Usman, dengan perpakaian dinas Limnas sekira pukul 8.30 WIB kemarin, turun dari mobil plat merah BL 254 KB. Dia langsung menuju ruang pemeriksaan tim intelijen di lantai dua kantor Kejati Aceh. Menjelang zuhur, pemeriksaan dihentikan sekitar satu jam dan dilanjutkan kembali pukul 14.00 WIB.

Pemeriksaan orang nomor tiga di Aceh Utara itu dijaga ketat oleh ajudan dan sopirnya. Untuk mengelabui kuli tinta, saat jeda siang, ajudannya menyediakan dua mobil penjemput, yakni BK 1885 LQ dan mobil dinasnya BL 254 KB.

Ketika Syahbuddin turun dari lantai dua kantor Kejati Aceh untuk makan siang, mobil BL 254 BK langsung mundur ke halaman kantor itu. Tapi Syahbuddin tidak menaiki mobil dinasnya yang disediakan sopir, melainkan memilih jalan kaki beberapa meter dan menaiki mobil BK 1885 LQ yang diparkir di pinggir jalan.

Kepada Harian Aceh yang mencegatnya saat hendak menaiki mobil, Syahbuddin menyatakan dirinya dipanggil tim penyidik kejaksaan hanya sebatas dimintai keterangan terkait deposito keuangan Aceh Utara di dua bank di Jakarta.

”Saya dipanggil pada kapasitas Sekda sekarang. Keterangan dari saya untuk membantu tim penyidik kejaksaan dalam mengusut kasus itu. Tapi belum kelar, sehabis zuhur,” kata Syahbuddin menjawab Harian Aceh sambil berjalan cepat dan menaiki mobil BK 1885 LQ yang siap meluncur.

Tepat pukul 14.00 WIB, pemeriksaan kembali dilanjutkan dan hingga pukul 18.30 WIB Sekda Aceh Utara itu masih diperiksa Jaksa Suhendra.

Ali Rasab Lubis, Kasi Penkum Kejati Aceh yang ikut sebagai tim pemeriksa terkesan sangat menutupi informasi mengenai pemeriksaan Syahbuddin.

Kata dia, pemanggilan Sekda hanya sebatas memintai keterangan terkait ratusan miliar rupiah uang rakyat Aceh Utara yang disebut-sebut telah didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Muammalat di Jakarta.

”Saya tidak bisa beri keterangan. Ini baru sekedar mencari data mengenai deposito APBK ratusan miliar itu. Dia sudah kami periksa sejak pukul 08.30 WIB sampai sekarang, bisa jadi sampai malam,” sebut Ali Rasab yang dihubungi sekira pukul 18.30 WIB kemarin.

Ditanya siapa yang akan menyusul Sekda untuk diperiksa, Rasab mengatakan pihaknya masih menunggu keterangan lebih lanjut dari pemeriksaan Sekda Syahbuddin. ”Bisa saja bupati atau wakil yang akan kita panggil, juga bendahara selaku pemegang kas. Pokoknya masih ada yang kami panggil,” tandas Ali Rasab.(min)



Read More......

AMPD dan KAMMI Baku Hantam di Kampus

Rakyat Aceh

BANDA ACEH
-Dua kubu mahasiswa, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NAD, dan Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) NAD, Senin (2/2), terlibat bentrok di Kampus Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.



Aksi baku hantam dipicu karena pihak KAMMI telah menjadikan fasilitas kampus sebagai tempat kampanye, dengan mendatangkan nara sumber dari enam partai Politik Lokal seperti Ketua Partai Bersatu Atjeh (PBA) Farhan Hamid, ketua Partai Atjeh Aman Sejahtera (PAAS) , Partai rakyat Aceh (PRA), Partai Demokrat PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai SIRA tengku Banta. Partai Aceh (PA) tidak hadir. Sebagai pembicara pada acara Talkshow Partai bicara “Songsong Pesta Demokrasi Tanpa Intimidasi”.

Puluhan massa AMPD dari luar kantin, terus mendesak Panwalu yang saat itu hadir dilokasi acara untuk membubarkan acara diskusi tersebut, namun setelah ada bubar Panwas belum juga mengambil sikap, disamping Satuan polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) yang bertugas eksekusi tidak kunjung datang.

Dari awal acara kedua kubu saling ngotot dan adu argument tentang siapa yang salah, Massa KAMMI bahkan sempat meminta untuk memperpendek limit waktu. Namun hal itu malah membuat AMPD semakin gerah.

Setelah diskusi selesai, kedua kubu makin memanas, dan saling mempertahankan idenya masing-masing, kedua massa langsung terlihat saling baku hantam dan saling dorong, namun tidak berlangsung lama, karena berhasil dilerai personil kepolisian dari Mapoltabes Banda Aceh dan Polsek Syiah Kuala yang hadir sebelum acara berlangsung.

"AMPD sebelumnya telah melayangkan protes dan melaporkan kegiatan yang diadakan KAMMI di kawasan kampus ke Panwaslu, karena melanggar UU dan surat edaran rektor tentang larangan menggunakan fasilitas pendidikan,” kata Helmi Ketua AMPD.

AMPD menilai kegiatan tersebut telah melanggar Undang-undang (UU) dan surat edaran Rektor tentang larangan menyelenggarakan dan menggunakan fasilitas pendidikan untuk menyelenggarakan kegiatan bernuansa kampanye.

Ia menyatakan, tidak menentang acara partai Bicara yang diadakan KAMMI. Namun dengan menggunakan fasilitas pendidikan dan metode selebaran tentang kegiatan yang akan diadakan dimana memuat gambar dan logo partai yang hadir serta ditempel di areal kampus Unsyiah dan IAIN, hal itu yang menjadi persoalan.

Helmi menjelaskan, AMPD sebelumnya telah membersihkan selebaran yang ditempel KAMMI di kampus dan telah menyerahkannya ke Panwaslu untuk segera ditindak lanjuti. Namun acara tersebut tetap berlangsung dan mendapat persetujuan dari pihak rektorat.

Kepada wartawan, Helmi menyatakan kekecewaannya kepada Pumbantu Rektor (Purek Tiga) karena membuka acara tersebut, dan mengangkangi surat edaran yang ditandatangani Rektor Unsyiah. Dalam kesempatan itu, ia meminta Panwas untuk turan tangan langsung megambil sikap tegas menegakkan aturan dengan membubarkan acara Talkshow. Jika tidak ia menyatakan massa AMPD akan membubarkannya sendiri.
S
ementara itu, Ketua KAMMI NAD, Basri Efendi menyatakan, kegiatan yang mereka lakukan tidak bersifat kampanye, melainkan acara Talkshow berbentuk diskusi untuk menyatukan persepsi Partai guna menolak intimidasi.

”KAMMI tidak menerima larangan untuk menngadakan kegiatan ini dari Panwaslu, jika melanggar aturan Pengawas akan jauh hari menyurati dan memberitahukan sebelum acara diadakan,” jelas Basri.

Basri bilang, jika acara diskusi yang diadakan KAMMI mengandung unsur kampanye, tentunya pihak rektorat tidak akan memberikan ijin untuk menggunakan fasilitas kampus, malah pembantu rektor Tiga Rusli Yusuf yang membuka sendiri mewakili Rektor acara diskusi tersebut.

Saat dimintai komentar, Purek tiga Rusli, menapik tudingan AMPD yang menyatakan kegiatan diskusi yang didakan KAMMI mengandung unsur kampanye. Selain tidak ada atribut partai, ia menyatakan materi yang disampaikan pembicara juga dibatasi, mereka sebelumnya telah diminta untuk tidak mempromosikan partai maupun dirinya sebagai caleg.

”Diskusi ini, bukan kampanye, melainkan pencerahan bagi partai politik untuk memberikan pendidikan politik sehat kepada mahasiswa, disamping untuk mengetahui komitmen Partai dalam menolak intimidasi kepada masyarakat,” jelasnya.

Anggota Panwas Banda Aceh Ida Nurjani dan Irham, kepada wartawan mengatakan, acara diskusi yang didakan KAMMI melanggar Undang-undang (UU) nomor 84 ayat I huruf H, tentang larangan menggunakan sarana pendidikan untuk berkampanye.

”Yang hadir menjadi pembicara adalah para calon anggota legislatif, itu sebagai bentuk kampanye terselubung, walaupun secara tidak langsung memaparkan visi, misi partai serta dirinya sendiri agar dipilih pada Pemilu 2009,” kata Ida.

Menurut Ida, akan berbeda bila Panawas dan KIP ikut dilibatkan dalam mengisi acara diskusi tersebut, karena yang datang adalah para caleg dan diadakan di kampus maka dapat dikatakan melanggar aturan.

Selain itu, sambung Ida, setelah dicek ke Polisi acara yang diadakan KAMMI juga tidak mengantongi ijin. Panwaslu provinsi juga tidak merekomendasikan acara tersebut, dan menyatakan jelas melanggar. Namun Ida menyatakan, eksekusi pembubaran tidak menjadi kewenangan Panwas melainkan satuan Polisi Pamomg Praja (Satpol PP), Panwas hanya menerima laporan.

Sementra itu, dalam acara tersebut pada meja panitia terlihat satu buah buku tentang Farhan Hamid berjudul Aceh lebih baik, ide, kerja dan harapan yang ditulis oleh Saripudin H A. yang dibelakangnya terdapat iklan dirinya untuk anggota DPD lengkap dengan nomor urut tiga.

Ketika dimintai konfirmasi, Farhan menyatakan itu bukan kampanye hanya bentuk akuntabilitas (pertanggung jawaban) kepada publik tentang apa saja yang telah ia dedikasikan kepada Aceh. Semua anggota dewan berhak mengerluarkan buku seperti itu.

Ia menjelaskan, iklan gambar dirinya sebagai anggota DPD tidak melanggar aturan, bahkan jika mau diusut surat kabar yang memuat iklan caleg dan partai juga banyak beredar di kampus. Buku itu jelasnya diberikan kepada panitia sebagai bentuk pencerahan. (slm)


Read More......

Sekda Aceh Utara Diperiksa

Aceh Independen | Banda Aceh

Tim intelijen Kejaksaan Tinggi Aceh memeriksa dan memintai keterangan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Aceh Utara Syahbuddin Usman, Senin (2/3). Pemeriksaan terkait pendepositoan dana APBK sekitar Rp420 miliar di dua bank di Jakarta.



“Dia (Syahbuddin-red) dimintai keterangan sekitar 10 jam. Secara manajemen, yang bersangkutan lebih tahu,” Kata Kasi Penkum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis. Namun, Ali belum bersedia memberi keterangan terkait hasil pemeriksaan tersebut.

Menurut Ali, pemanggilan dan pemeriksaan Syahbuddin Usman masih dalam tahap dimintai keterangan dan pengumpulan data-data. Pemeriksaan berlangsung sejak pagi hingga pukul 17.30 WIB. “Hasilnya belum bisa dipaparkan, masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya.

Sebelumnya, uang rakyat bersumber dari APBK Aceh Utara itu dibungakan di dua bank di Jakarta Timur. Anehnya lagi, bunga deposit 12,6 persen, namun dibukukan ke kas daerah hanya sembilan persen.

Deposito Rp220 miliar di Bank Mandiri ditandatangani Bupati Aceh Utara Ilyas A Hamid. Sedangkan deposito Rp200 miliar di Bank Muamalat ditandatangani Wakil Bupati Aceh Utara Syarifuddin.

Perjalanan dana ke dua bank itu lumayan panjang. Uang itu sebelumnya diparkirkan di BPD Aceh. Kemudian pindah ke Bank Permata, selanjutnya ditransfer ke Bank Muamalat. Ketika proses pemindahan dari BPD ke Bank Permata, pejabat Aceh Utara menyebutkan terjadi kerugian Rp4,2 miliar.

Tidak diketahui pasti mengapa dana tersebut harus diparkirkan di Jakarta. Praktik mendepositokan dana APBK sudah lama berlangsung di Aceh Utara, terutama anggaran yang bersumber dari proyek sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa).

Kasus BPK
Terkait pembangunan gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK ) Perwakilan Banda Aceh yang diduga menyimpang, Kejati Aceh kembali memeriksa sejumlah pejabat di badan tersebut. “Besok (hari ini, red) pemeriksaannya berlangsung,” sebut Ali Rasab.

Namun begitu, Ali belum memberikan informasi rinci seputar pemeriksaan pejabat BPK sebelumnya. Ia berdalih Kejari masih mempelajari bukti-bukti terkait pembangunan gedung berlantai empat di Jalan P Nyak Makam tersebut. “Kita masih mempelajarinya,” ujar dia.

Hanya saja Ali Rasab memaparkan dana pembangunannya sudah dicairkan sebesar Rp24,7 miliar. Seharusnya gedung tersebut selesai pada tahun 2008. Namun hingga kini pembangunan gedung berlantai empat tersebut belum selesai.

Sebelumnya, tiga pejabat BPK Perwakilan Banda Aceh diperiksa Kejati Aceh, Rabu dan Kamis pekan lalu. Pemeriksaan terkait dugaan penyimpangan pembangunan gedung yang didanai APBN 2008 tersebut.

Adapun ketiga pejabat BPK tersebut, yakni, SI selaku pejabat pembuat komitmen, NO yang juga pengawas proyek dan MS (panitia lelang). Ketiganya merupakan pejabat BPK yang terlibat sejak awal dalam pembangunan gedung BPK tersebut.
Independen | Banda Aceh

Tim intelijen Kejaksaan Tinggi Aceh memeriksa dan memintai keterangan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Aceh Utara Syahbuddin Usman, Senin (2/3). Pemeriksaan terkait pendepositoan dana APBK sekitar Rp420 miliar di dua bank di Jakarta.

“Dia (Syahbuddin-red) dimintai keterangan sekitar 10 jam. Secara manajemen, yang bersangkutan lebih tahu,” Kata Kasi Penkum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis. Namun, Ali belum bersedia memberi keterangan terkait hasil pemeriksaan tersebut.

Menurut Ali, pemanggilan dan pemeriksaan Syahbuddin Usman masih dalam tahap dimintai keterangan dan pengumpulan data-data. Pemeriksaan berlangsung sejak pagi hingga pukul 17.30 WIB. “Hasilnya belum bisa dipaparkan, masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya.

Sebelumnya, uang rakyat bersumber dari APBK Aceh Utara itu dibungakan di dua bank di Jakarta Timur. Anehnya lagi, bunga deposit 12,6 persen, namun dibukukan ke kas daerah hanya sembilan persen.

Deposito Rp220 miliar di Bank Mandiri ditandatangani Bupati Aceh Utara Ilyas A Hamid. Sedangkan deposito Rp200 miliar di Bank Muamalat ditandatangani Wakil Bupati Aceh Utara Syarifuddin.

Perjalanan dana ke dua bank itu lumayan panjang. Uang itu sebelumnya diparkirkan di BPD Aceh. Kemudian pindah ke Bank Permata, selanjutnya ditransfer ke Bank Muamalat. Ketika proses pemindahan dari BPD ke Bank Permata, pejabat Aceh Utara menyebutkan terjadi kerugian Rp4,2 miliar.

Tidak diketahui pasti mengapa dana tersebut harus diparkirkan di Jakarta. Praktik mendepositokan dana APBK sudah lama berlangsung di Aceh Utara, terutama anggaran yang bersumber dari proyek sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa).

Kasus BPK
Terkait pembangunan gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK ) Perwakilan Banda Aceh yang diduga menyimpang, Kejati Aceh kembali memeriksa sejumlah pejabat di badan tersebut. “Besok (hari ini, red) pemeriksaannya berlangsung,” sebut Ali Rasab.

Namun begitu, Ali belum memberikan informasi rinci seputar pemeriksaan pejabat BPK sebelumnya. Ia berdalih Kejari masih mempelajari bukti-bukti terkait pembangunan gedung berlantai empat di Jalan P Nyak Makam tersebut. “Kita masih mempelajarinya,” ujar dia.

Hanya saja Ali Rasab memaparkan dana pembangunannya sudah dicairkan sebesar Rp24,7 miliar. Seharusnya gedung tersebut selesai pada tahun 2008. Namun hingga kini pembangunan gedung berlantai empat tersebut belum selesai.

Sebelumnya, tiga pejabat BPK Perwakilan Banda Aceh diperiksa Kejati Aceh, Rabu dan Kamis pekan lalu. Pemeriksaan terkait dugaan penyimpangan pembangunan gedung yang didanai APBN 2008 tersebut.

Adapun ketiga pejabat BPK tersebut, yakni, SI selaku pejabat pembuat komitmen, NO yang juga pengawas proyek dan MS (panitia lelang). Ketiganya merupakan pejabat BPK yang terlibat sejak awal dalam pembangunan gedung BPK tersebut. [arman konadi]


Read More......

02 Maret 2009

APBA 2009 Disahkan tanpa Diperbaiki

* Dana Rp 2,5 T Terancam Disalahgunakan
Serambi Indonesia

BANDA ACEH - Sejumlah anggota DPR Aceh menyatakan Pimpinan DPRA dan Panitia Anggaran (Panggar) DPRA telah melanggar Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh. Pasalnya, hasil koreksi dan evaluasi Mendagri terhadap RAPBA 2009 belum diperbaiki, tapi sudah mereka sahkan menjadi APBA. Tudingan itu disampaikan anggota dewan, karena Panitia Anggaran DPRA bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) belum memperbaiki hasil evaluasi dan koreksi Mendagri terhadap RAPBA 2009, namun Pimpinan DPRA telah menutup Sidang Paripurna RAPBA 2009 pada Selasa (24/2) malam.



“Dalam kenyataannya, RAPBA 2009 telah disahkan Pimpinan DPRA menjadi APBA 2009 dengan pagu Rp 9,7 triliun, tanpa ada perbaikan atau koreksi, sebagaimana petunjuk Mendagri,” ungkap anggota DPRA dari Fraksi PBR, Abdurrahman Ahmad kepada Serambi, Minggu (1/3) di Banda Aceh.

Kondisi tersebut, menurut anggota DPRA lainnya dari Fraksi PKS, T Surya Darma, sangat rawan terhadap penyalahgunaan dana APBA 2009, terlebih lagi nilai anggaran yang dikoreksi Mendagri (mencapai Rp 2,5 triliun) belum diperbaiki oleh Panggar DPRA dengan TAPA maupun antara DPRA dengan eksekutif. Malah di antara kedua lembaga tersebut belum ada kesepakatan mengenai sejumlah mata anggaran yang dikoreksi Mendagri mesti dihapus atau dirasionalkan.

Contohnya, sebut Abdurrahman dan Surya, dana bantuan sosial di APBA Rp 1 triliun dinilai terlalu tinggi. Bantuan untuk organisasi, yayasan, dan lembaga juga tergolong tinggi, yakni Rp 298 miliar, ditambah bantuan untuk pengadaan tanah 28 yayasan, Rp 30 miliar.

Selain itu, program pelaksanaan jalan dan jembatan desa yang terdapat dalam belanja infrastruktur provinsi Rp 1 triliun lebih, dinilai salah penempatan.

Kemudian, biaya perjalanan dinas Rp 211 miliar ditaksir terlalu besar atau jumlahnya sudah mencapai setengah dari pagu APBK kabupaten/kota. Dana kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh juga besar, yakni Rp 70 miliar.

Tidak kalah pentingnya adalah tumpang tindihnya usulan sejumlah kegiatan pendidikan yang nilainya mencapai Rp 90 miliar. Selain itu, terjadi salah penempatan bantuan pendidikan kepada sejumlah perguruan tinggi senilai Rp 137 miliar.

Abdurrahman menjelaskan, dalam Pasal 107 ayat (7) Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh disebutkan bahwa sebelum pembicaraan tingkat keempat (pengesahan dan penutupan Sidang Paripurna RAPBA) dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan (6), maka TAPA bersama Panggar DPRA melakukan penyempurnaan Rancangan Qanun tentang APBA sesuai dengan hasil evaluasi Mendagri.

Akan tetapi, perbaikan dan penyempurnaan hasil koreksi Mendgari terhadap APBA 2009 itu, ungkap Abdurrahman, sampai Jumat (28/2) lalu belum dilakukan Panggar Dewan bersama TAPA, meski Pimpinan DPRA telah mengesahkan APBA 2009 dan menutup Sidang Paripurna APBA 2009 pada Selasa malam pekan lalu.

Padahal, berdasarkan Qanun Pengelolaan Keuangan Aceh, hal itu mutlak dilakukan sebelum APBA disahkan dan sidang paripurnanya ditutup.

Ketua Komisi C (Bidang Keuangan) DPRA, Bustami Puteh yang juga Sekretaris Tim Perumus Panggar Dewan mengatakan, perbaikan hasil koreksi Mendagri terhadap APBA 2009 itu wajib dilakukan bersama antara Panggar Dewan dengan TAPA.

Terlebih lagi anggaran yang dikoreksi Mendagri cukup besar, mencapai Rp 2,5 triliun dari pagu APBA 2009 Rp 9,7 triliun. Jika Panggar DPRA tidak membahas ulang anggaran yang dikoreksi Mendagri dan perbaikannya diserahkan sepihak kepada TAPA, bisa saja apa yang dilarang Mendagri kurang direspons TAPA, karena itu mungkin menyangkut kepentingannya, sehingga terjadi pemborosan dan rawan penyalahgunaan keuangan daerah.

Bustami mencontohkan, dana biaya perjalanan dinas diusul mencapai Rp 211 miliar/tahun dan dana kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang diusul eksekutif mencapai Rp 70 miliar/tahun serta bantuan sosial Rp 1 triliun. Mendagri menilai usulan anggaran itu terlalu besar dan minta dirasionalkan sesuai aturan yang berlaku.

Mendagri mengoreksi pengalokasian anggaran yang tidak benar dan melanggar aturan pada APBA 2009 yang telah disetujui DPRA itu, ungkap Bustami Puteh, supaya dalam pemeriksaan APBA 2009 pada tahun 2010, tidak menjadi temuan BPK. Karena, temuan tersebut sewaktu-waktu bisa saja diserahkan LSM antikorupsi kepada Jaksa Agung dan KPK, sehingga bakal banyak pejabat di Aceh, termasuk anggota DPRA (periode 2004-2009) yang harus berurusan dengan aparat hukum di kemudian hari.

Sebagai solusi atau jalan tengahnya, Bustami Puteh dari Fraksi PAN menyarankan, pelanggaran yang telah dilakukan itu diperbaiki kembali. Caranya, Panggar Dewan bersama TAPA duduk semeja lagi dalam minggu ini untuk memperbaiki anggaran sesuai hasil evaluasi Mendagri tersebut.

Wakil Ketua DPRA Bidang Anggaran, Tgk Waisul Qarany Ali yang dikonfirmasi Serambi mengatakan pengesahan dan penutupan Sidang Paripurna APBA 2009 yang dilakukan Selasa (24/2) malam itu dimaksudkan untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan APBA 2009. Sedangkan mengenai program, kegiatan, dan bantuan anggaran yang dikoreksi Mendagri akan diperbaiki bersama, tapi kapan perbaikan itu dilaksanakan, menurut Waisul, jadwalnya akan ditetapkan kembali. (her)

Read More......